REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap individu harus pandai mengerem kegiatan fisiknya supaya tidak menguras kerja jantung dalam waktu lama. Jika tidak, kematian mendadak alias sudden death cardiac (SDC) menguntit tanpa ada satu pun gejala yang muncul.
“SDC itu tidak ada gejala. Kalau ada gejalanya seperti nyeri biasanya, itu namanya serangan jantung, bukan SDC. Kalaupun ada, biasanya pingsan dan pusing. Tapi itu jarang terjadi," kata ahli jantung Certified Cardiac Device Specialist dari Asian Heart and Vascular Centre Gleneagles Medical Centre Singapore dr. Jeremy Chow, MBBS, MRCP, M. Med, FAMS.
Sedikitnya, ada lima penyebab seseorang bisa mengalami kematian mendadak. Chow memaparkan salah satunya karena ketidaknormalan dalam organ jantung, seperti otot jantung menebal. Penyakit jantung bawaan seperti rusaknya katup ataupun otot pada jantung bermasalah pun menjadi pemicu.
Gangguan irama jantung yang tidak normal karena infeksi pada jantung, serta virus atau bakteri yang berkembang dalam organ jantung juga menjadi pemicu. Begitu pula adanya abnormal arteri pada jantung seseorang.
Sekitar 80 persen, imbuh Chow, SDC dikarenakan penebalan pada jantung. Ia pun berpesan agar seseorang yang mempunyai keluarga dengan riwayat kematian mendadak harus lebih waspada karena cenderung lebih berisiko mengalami SDC.
"Inilah kenapa atlet bisa meninggal secara mendadak di lapangan atau orang saat tidur tidak bangun lagi atau meninggal," terang Chow.
Dari catatan kasus SDC, sebagian besar dialami para pemain sepakbola profesional dan atlet basket. Hal itu bisa terjadi lantaran jenis olahraga ini relatif menguras kerja jantung, plus dalam waktu yang lama. Olah raga lainnya seperto maraton, triathlon, dan iron man exercise juga berpotensi SDC.
Baik triathlon yang menggabungkan tiga jenis olahraga seperti berenang, bersepeda, dan lari. Maupun latihan iron man, olahraga yang membentuk otot tubuh bagian bawah dan atas dengan squat, push up, dinilai memforsir kerja jantung hingga tiga kali lipat.
"Semua olahraga yang dilakukan nonstop tanpa berhenti, sejatinya juga bisa memicu orang mengalami kematian," ungkap Chow.