Kamis 29 May 2014 01:57 WIB

Studi: Hubungan Penuh Stres Tingkatkan Risiko Kematian Dini

Pasangan yang kurang mendukung akan mengakibatkan sumber stres bagi pasangan lainnya.
Foto: popsych.org
Pasangan yang kurang mendukung akan mengakibatkan sumber stres bagi pasangan lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Menurut studi terbaru yang dipublikasikan dalam Journal of Epidemiology & Community Health, hubungan yang penuh stres dapat meningkatkan risiko kematian dini sekitar 50 persen.

"Hubungan sosial penuh stres berhubungan dengan peningkatan risiko kematian pada pria dan wanita terutama paruh baya untuk berbagai peran sosial yang berbeda," ujar salah seorang peneliti studi, Rikke Lund , dari Universitas Copenhagen, seperti yang dilansir Medical Daily.

Untuk sampai pada kesimpulan ini, para peneliti dari Denmark mempelajari studi dari Danish Longitudinal Study on Work, Unemployment and Health, yang menyertakan 9.875 orang pria dan wanita berusia 36-52 tahun. Hal ini untuk melacak kesehatan para partisipan pada 2000-2011.

Dalam studi ini, Lund dan rekan-rekannya juga mengukur hubungan sosial penuh stres sosial, hubungan dengan pasangan, anak-anak, saudara, teman dan tetangga. Mereka lalu memeriksa jawaban para partisipan soal hubungan-hubungan ini.

Hasil studi menemukan, sepuluh persen dari partisipan mengatakan pasangan atau anak mereka merupakan sumber kekhawatiran mereka.

Kemudian, enam persen dari mereka mengaku selalu atau sering terlibat konflik dengan anggota keluarga yang lain. Sementara sekitar dua persen yang pernah memiliki konflik dengan teman-teman.

Melihat hasil ini, para peneliti mengatakan, hubungan penuh stres yang umumnya berbentuk konflik, kekhawatiran dan tuntutan berhubungan dengan risiko kematian.

"Konflik, khususnya, berhubungan dengan risiko kematian yang lebih tinggi terlepas dari siapa yang menjadi sumber konflik," kata para peneliti.

"Kekhawatiran dan tuntutan hanya dikaitkan dengan risiko kematian jika mereka berhubungan dengan pasangan atau anak-anak," tambah mereka.

Mereka menyimpulkan, partisipan yang selalu merasa stres atau mendapat tuntutan dari anak-anak mereka mengalami peningkatan risiko kematian sebanyak 50 persen.

Sekalipun demikian, Lunstad tak menyarankan orang-orang mengakhiri hubungan yang tidak baik dengan pasangan mereka.

Mengomentari studi ini, Julianne Holt - Lunstad, mengatakan pengaruh hubungan ternyata tidak hanya pada kesehatan secara keseluruhan, tetapi juga pada usia kita - berapa lama kita benar-benar hidup.

Menurut Lunstad, terdapat studi yang mempelajari hal berkebalikan dengan studi ini, yakni tentang hubungan yang dipenuhi cinta yang ternyata dapat membantu kita hidup lebih lama.

Studi yang dilakukan pada 2013 ini menemukan, memiliki hubungan cinta kasih berhubungan dengan tingkat kematian yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak atau sendiri. 

"Bahkan, pada orang-orang yang memiliki gaya hidup yang tidak sehat cenderung hidup lebih lama daripada mereka yang tidak memiliki dukungan sosial dan masyarakat," menurut Sunil Mittal, psikiater dan direktur Cosmos Institute of Mental Health and Behavioral Sciences

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement