Ahad 21 Sep 2014 10:52 WIB

Produksi Hormon Lelaki Berlebihan Bikin Perempuan Susah Hamil

Rep: Antara/ Red: Indah Wulandari
Wanita hamil (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi/cv
Wanita hamil (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA—Produksi hormon laki-laki pada tubuh perempuan yang berlebihan atau kerap disebut Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK) dapat menyebabkan sulit hamil.

"Pada sindrom ini, tubuh perempuan memproduksi hormon laki-laki (androgen) secara berlebihan. Saat ini, sekitar 4-6 persen perempuan masa reproduksi menderita SOPK, bahkan beberapa jurnal melaporkan prevalensi SOPK meningkat 8-10 persen," kata Guru Besar Universitas Airlangga Surabaya Prof Dr dr Budi Santoso SpOG(K), Ahad (21/9).

Guru Besar Fakultas Kedokteran bidang Kesehatan Reproduksi Unair yang telah dikukuhkan pada 20 September 2014 itu menjelaskan jumlah penderita SOPK dengan resistensi insulin sebesar 4.034.635 orang.

"Jumlah ini sangat luar biasa banyaknya, apalagi terjangkit akan berpotensi mengalami infertilitas (sulit hamil), abortus berulang (mudah keguguran), dan pendarahan uterus abnormal (menstruasi tidak teratur), bahkan angka keguguran mencapai 40 persen," katanya.

Ditanya tanda sindrom itu, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Reproduksi FK Unair itu mengatakan sindrom itu mengakibatkan beberapa tubuh perempuan seperti jari-jari tangan, dan di atas bagian bibir perempuan terdapat rambut tubuh secara berlebihan, serta tengkuk leher yang menghitam.

Hal itu, ungkapnya, disebabkan oleh resistensi insulin akibat patofisiologi, gaya hidup masyarakat, dan faktor genetik. Dalam jangka panjang akan memiliki efek seperti penyakit koroner, keganasan kanker rahim, dan keganasan kanker buah dada.

"Jadi, penyakit SOPK tersebut juga disebabkan oleh perubahan gaya hidup, karena sebagian besar pola konsumsi penduduk Indonesia didominasi oleh karbohidrat," kata Budi.

Solusi atas penyakit SOPK, antara lain dengan usaha mengonsumsi diet dengan komposisi karbohidrat, protein, dan lemak yang berimbang dengan kebutuhan kalori yang terukur, dan melakukan olahraga rutin.

"Selain mengubah gaya hidup, pasien juga perlu diberi metformin untuk mencegah dan menurunkan progesivitas menjadi diabetes melitus tipe dua," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement