REPUBLIKA.CO.ID, Gula disebut-sebut sebagai pencetus penyakit diabetes. Akibatnya, mereka yang menderita diabetes atau perlu memperhatikan berat badannya mengganti gula dengan pemanis buatan yang diklaim rendah kalori.
Bila dalam satu hari orang dewasa hanya boleh mengkonsumsi tiga hingga enam sendok makan gula atau maksimal 50 gram, bagaimana dengan pemanis buatan yang rendah kalori itu. Apakah hanya karena rendah kalori, konsumsinya bisa lebih dari anjuran batasan konsumsi gula?
Pakar nutrisi, Emilia Achmadi, berujar makanan yang alami selalu lebih baik. ''Menurut saya lebih baik punya mental tidak curang, mau manis tapi tidak mau kalorinya, pasti akan ada risikonya,'' katanya, Kamis (4/12), dalam Jakarta Food Editor's Club Gathering membahas 'Gula dan Garam pada Makanan Sehari-hari'.
Konsumsi pemanis buatan dikatakan Emilia mengandung risiko. Risiko itu juga bukan klaim Emilia semata, sejumlah penelitian dan studi menunjukkan konsumsi pemanis buatan bisa membuat seseorang intoleran terhadap glukosa hingga menyebabkan obesitas.
''Kontrol diri, batasi gula, bukan cari-cari alternatif yang belum tentu menjadi solusi,'' katanya melanjutkan. Penggunaan pemanis lain seperti madu juga harus diperhatikan. Madu pasalnya kaya gula meski alami.
Emilia mengatakan, madu memang sehat, kaya antibakteri, dan sebagainya. Namun, bila meniliknya dari segi kandungan gula madu adalah bahan alami yang tidak kalah dengan gula pasir. Artinya, penggunaan gula sebagai pemanis tidak terlalu banyak berbeda dengan gula pasir.
''Berhati-hatilah saat memilih bahan makanan yang disebut aman atau alami, yang harus diubah adalah pola pikirnya. Bila harus membatasi gula dan garam, maka bertanggung jawablah demi kesehatan sendiri.''