REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Bagi perokok untuk berhenti merokok tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tak sedikit yang memilih menggunakan cara-cara tertentu pada masa peralihan hingga para pecandu rokok dapat melepaskannya.
Cara yang biasa digunakan yaitu menggunakan rokok elektrik ataupun rokok Arab yang biasa disebut Shisha. Namun cara tersebut masih menuai kontroversi karena ternyata bahayanya tidak jauh berbeda dengan rokok biasa.
Demikian diutarakan Kepala Bidang Advokasi dan Kemitraan Pusat Promosi Kesehatan Kementrian Kesehatan (Kemenkes), Nana Mulyana saat memberikan materi pada Seminar Bahaya Rokok Bagi Kesehatan dan Sosialisasi Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Nomor 3 Tahun 2013 yang diselenggarakan Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemerintah Kota (Pemkot) Depok yang berlangsung di Balaikota Depok, Jumat (5/12).
''Menurut agen anti tembakau Prancis, satu hisap Sisha setara dengan 70 hisapan rokok biasa. Selain itu, kandungan tar dari asap satu Shisha sama dengan 27 hingga 102 batang rokok. Menghisap satu Shisha juga sama saja dengan menghirup karbon monoksida setara 15 hingga 52 batang rokok biasa,'' jelas Nana mengingatkan.
Untuk rokok elekrtrik, lanjut Nana, meskipun awalnya diklaim efektif membantu orang berhenti merokok tetapi kini tidak direkomendasikan.
Setelah melewati sejumlah evaluasi, cairan yang menjadi isi ulang rokok elektrik tidak hanya mengandung nikotin, juga senyawa yang bersifat karsinogenik. Sehingga berpotensi memicu penyakit seperti kanker.
''Sudah diteliti banyak pihak, rokok elektrik sangat berbahaya. Maka para perokok sebaiknya tidak diperkenankan menggunakan rokok elektrik sebagai upaya melepaskan kebiasaan merokok,'' terang Nana.
Nana menghimbau bagi perokok untuk tidak menggunakan Shisha maupun rokok elektrik sebagai cara berhenti merokok. ''Sebaiknya, gunakan permen, tablet isap, inhaler, tempelan (patch), dan spray,'' ujarnya menerangkan.