REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr Ika Widyawati SpKJ (K) mengatakan liburan bisa mengurangi depresi yang mungkin muncul karena rutinitas kerja yang menjenuhkan.
"Rutinitas kerja pasti akan membuat seseorang merasa bosan dan jenuh. Penelitian di mana pun menyatakan liburan bisa membuat lebih santai dan mengurangi depresi," kata Ika Widyawati di Jakarta, Rabu (24/12).
Ika mengatakan depresi muncul karena seseorang kekurangan hormon serotonin yang dipercaya sebagai pemberi perasaan nyaman dan senang. Hormon "serotonin" bisa kembali, salah satunya melalui istirahat dan liburan.
"Untuk orang yang sudah mengalami gangguan depresi, diperlukan obat-obatan untuk meningkatkan hormon serotonin. Kalau seseorang yang tidak mengalami gangguan depresi, bisa diatasi dengan istirahat dan berlibur," tuturnya.
Salah satu ciri seseorang yang mengalami gangguan depresi dan harus ditangani oleh dokter jiwa adalah bila dia tidak merasa senang, bahagia dan santai sekalipun sudah beristirahat dan berlibur.
Menurut Ika, liburan bagaikan mengisi ulang baterai otak yang sudah hampir kosong. Sebenarnya tidak hanya liburan, tetapi istirahat yang cukup dan berkualitas juga bisa meningkatkan hormon serotonin kembali.
"Namun, tidak semua orang bisa mendapatkan istirahat yang cukup, yaitu tujuh hingga delapan jam, dan berkualitas setiap hari. Karena itu, perlu ada hari libur entah untuk istirahat maupun pergi berlibur," tukasnya.
Karena itu, Ika menyarankan seseorang untuk berlibur sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Aktivitas liburan yang sesuai minat juga akan membuat hormon serotonin dalam tubuh meningkat.
"Aktivitas liburan yang menantang dan menimbulkan semangat juga memicu hormon serotonin. Yang penting adalah sesuai minat, entah pergi ke pantai, gunung, kebun binatang atau museum," jelasnya.
Akhir tahun biasanya dimanfaatkan sebagian orang dan keluarga untuk berlibur. Pada hari tahun baru, biasanya tempat-tempat wisata akan banyak dikunjungi oleh pengunjung.