Selasa 30 Dec 2014 19:22 WIB

Sepertiga Balita Indonesia Bertubuh Pendek

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Balita sedang bermain (ilustrasi).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Balita sedang bermain (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia mencatat 37,2 persen balita di Indonesia memiliki postur tubuh pendek.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes Indonesia, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, angka kejadian (prevalensi) balita pendek menurut umur(stunting) dari Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan angka 37,2 persen.

“Artinya, dari 100 balita yang ada di Indonesia, maka 37 balita di antaranya adalah stunting,” katanya, di Jakarta, Selasa (30/22).

Dia menjelaskan, balita yang stunting sangat dipengaruhi oleh 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yakni selama dalam kandungan dan kehidupan bawah dua tahun (baduta). Bahkan, kata dia, studi longitudinal (kohor) di Bogor, Jawa Barat, menunjukkan bahwa bayi yang lahir memiliki berat badannya kurang dari 2,5 kilogram dan panjang badan lahir kurang dari 48 sentimeter (cm) maka akan sulit untuk mengejar berat badan normal dan panjang badan normal.

“Dengan kata lain, kekurangan gizi semasa kandungan akan sangat berpengaruh terhadap kejadian stunting,” katanya.

Kemudian, berdasarkan hasil studi diet total menunjukkan bahwa kejadian Kurang Asupan Energi pada Ibu Hamil dengan batasan di bawah 70 persen Angka Kecukupan Kalori adalah di atas 50 persen. Tepatnya, untuk Ibu Hamil pedesaan 52,9 persen, sementara ibu hamil perkotaan sebesar 51,5 persen.

“Angka kurang asupan energi pada ibu hamil ini tentunya sesuai dengan angka tingginya stunting pada balita di Indonesia, yaitu 37,2 persen,” ujarnya.

Dia menambahkan, teori Barker mengatakan bahwa ada hubungan antara kekurangan gizi dalam kandungan (fetal undernutrition) dengan kejadian penyakit tidak menular (PTM) seperti kencing manis, penyakit jantung, stroke setelah individu tumbuh dewasa.

Teori Barker ini, kata dia, dalam 20 tahun terakhir terbukti dengan ilmu epigenetik. Yakni ilmu yang mempelajari hubungan antara pengaruh lingkungan gizi, cemaran dikaitkan dengan ekspresi genetik. Rupanya, kekurangan gizi dalam masa kandungan akan mempengaruhi metilasi dari gugus basa DNA dan asetilasi protein histone pada kromosom yang pada ujungnya akan meningkatkan risiko PTM tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement