Kamis 29 Jan 2015 19:34 WIB

Obat Batuk Munculkan Potensi Alergi Anestesi

Obat batuk. Ilustrasi
Foto: www.bhumitpharma.com
Obat batuk. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Para dokter anestesi di Australia menyerukan agar lebih dari 50 merk obat batuk dibatasi, karena adanya kekhawatiran bahwa obat batuk umum yang biasa digunakan masyarakat bisa menyebabkan reaksi alergi yang parah selama proses operasi.

Selama tiga tahun terakhir di Australia, enam orang telah tewas setelah mengalami reaksi alergi parah atas obat pelega otot, yang secara reguler digunakan dalam anestesi umum.

Makin banyak orang menderita anafilaksis, tapi mereka selamat berkat respons cepat dari tim medis.

Ketua Himpunan Alergi Anestesi Australia dan Selandia Baru, Michael Rose, mengatakan asosiasinya meyakini, ‘pholcodine’, bahan aktif dalam sejumlah obat batuk dan pelega tenggorokan, adalah faktor penting yang terdapat pada orang dengan reaksi anafilaksis.

"Kami ingin melihat agar pembelian ‘pholcodine’ bisa dilakukan hanya jika disertai resep," kata Dr Michael.

Ia mengatakan, penelitian menunjukkan, sejumlah kecil orang yang menggunakan ‘pholcodine’ bisa membentuk antibodi yang dapat bereaksi dengan beberapa pelega otot, yang digunakan dalam anestesi, dan berpotensi mengalami resiko besar ketika menjalani operasi.

Bukti utama dari hubungan potensial antara ‘pholcodine’ dan alergi parah terhadap pelega otot berasal dari Skandinavia. Satu dekade yang lalu, Norwegia memiliki 10 kasus anafilaksis selama operasi lebih banyak ketimbang tetangganya, Swedia.

Populasinya sangat mirip kecuali di satu hal -Norwegia mencatat rekor penggunaan ‘pholcodine’ yang tinggi, sementara di Swedia, zat itu dilarang.

"Pada tahun 2007, perusahaan obat yang memproduksi ‘pholcodine’ di Norwegia. dengan sukarela mencabutnya dari pasar," kata Dr Michael.

"Dan sejak saat itu, jumlah reaksi alergi terhadap pelega otot telah menurun dan tingkat antibodi dalam populasi juga telah menurun," tambahnya.

Berdasarkan penelitian itu, Prancis, salah satu dari sedikit negara di dunia yang banyak menggunakan ‘pholcodine’ selain Australia, akhirnya menetapkan pembelian ‘pholcodine’ harus disertai resep.

Dr Michael mengakui, bukti hubungan antara ‘pholcodine’ dan anafilaksis tidak konklusif, namun ia mengatakan, karena kelangkaan alergi itu, membuktikannya tanpa keraguan praktis tidak mungkin, karena jutaan orang akan perlu untuk diuji. Keterkaitan antara obat batuk dan reaksi alergi disebut ' tidak konsisten'

Namun regulator obat Australia, ‘Therapeutic Goods Administration’ (TGA), menolak permintaan himpunan alergi anestesi untuk membatasi ‘pholcodine’, setelah pihaknya melakukan analisis sendiri.

TGA menunjuk ke analisis ‘pholcodine’ terbaru yang dikeluarkan Agensi Obat-Obatan Eropa (EMA), termasuk kasus Norwegia-Swedia, yang menemukan bahwa keterkaitan itu "tidak konsisten" dan "tidak langsung".

Industri Obat-Obatan Australia (ASMI), badan tertinggi bagi produsen obat-obatan bebas, juga menekankan hasil kajian yang didasarkan pada bukti-bukti terkini, bahwa ‘pholcodine’ aman.

"Kajian EMA menyimpulkan bahwa manfaat yang ada lebih besar daripada resikonya, dan bahwa sangat bermanfaat untuk tetap mengedarkan produk ini di pasaran," kata Direktur ASMI bidang regulasi dan penelitian, Steve Scarff.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/2015-01-29/obat-batuk-umum-berpotensi-sebabkan-alergi-anestesi-saat-operasi/1410825
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement