Jumat 06 Feb 2015 23:15 WIB

Penanganan Gangguan Jiwa di Indonesia Tidak Memadai

Rep: Neni Ridareni/ Red: Indira Rezkisari
Seorang Kepala Desa membubuhkan tanda tangan sebagai komitmen bersama mendukung daerah bebas pasung di pendopo Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (3/12). Kegiatan yang diadakan Dinas Kesehatan itu diikuti sekitar 300 Kepala Desa guna menekan praktik pemasu
Foto: Antara
Seorang Kepala Desa membubuhkan tanda tangan sebagai komitmen bersama mendukung daerah bebas pasung di pendopo Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (3/12). Kegiatan yang diadakan Dinas Kesehatan itu diikuti sekitar 300 Kepala Desa guna menekan praktik pemasu

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Sebagian besar Puskesmas di Indonesia belum memiliki psikolog. Padahal sekitar 25 persen penyakit yang dikeluhkan pasien yang datang ke Puskesmas sebetulnya berkaitan dengan kesehatan jiwa.

Hal itu dikemukakan Psikolog Fakultas Psikologi UGM Diana Setiyawati, Jumat (6/2). Menurut dia, di setiap Puskesmas rata-rata melayani 80 pasien per hari. Banyak pasien yang berkaitan dengan kesehatan jiwa seperti maag, sulit tidur berkali-kali datang ke Puskesmas. Tetapi karena dokter dan perawatnya sibuk dan tidak ada psikolog biasanya pasien hanya diberi obat. Ketika  datang ke Puskemas lagi dengan keluhan yang sama, mereka diberi obat lagi.

Karena tidak adanya psikolog di Puskesmas, kesehatan jiwa menjadi tidak tertangani dengan baik. Bahkan penyakitnya bisa lebih parah.

Peraih Australia Awards-Hadi Soesastro Prize yang dianugerahkan oleh Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop ini menambahkan, sekitar enam dekade yang lalu, World Health Organization (WHO) menyampaikan bahwa kesehatan bukan berarti semata-mata ketidakadaan  penyakit. Namun merupakan kondisi sejahtera dari segi fisik, kejiwaan, dan  keberfungsian sosial.

Di Indonesia, kesehatan jiwa tapi belum menjadi prioritas. Keadaan tersebut tercermin pada fasilitas penanganan gangguan jiwa di Indonesia yang kurang memadai, pelayanan kesehatan jiwa yang tidak bisa  menyentuh semua lapisan masyarakat, dan kebijakan-kebijakan pemerintah  yang cenderung masih mengesampingkan pentingnya kesehatan jiwa.

Padahal masalah gangguan kesehatan jiwa di Indonesia adalah masalah besar. Prevalensinya sebanyak 1,7 per mil untuk gangguan jiwa berat yang sudah pada taraf Schizhofrenia yang oleh masyarakat awam disebut "orang gila". Sehingga hal itu belum  termasuk gangguan emosi yang dialami masyarakat Indonesia dalam kehidupan  sehari-hari.

Belum lagi, kata Diana, penyakit-penyakit kronis seperti diabetes mellitus, stroke, dan sebagainya juga sangat erat dengan kesehatan jiwa. Menurut penelitian, pasien yang menderita penyakit kronis rawan depresi, dekat dengan keinginan untuk mati. Sehingga hal ini bisa mempercepat kematian. Kasus seperti ini banyak yang tak tertangani.

Itulah pentingnya psikolog di pelayanan dasar seperti Puskesmas. Di DIY baru di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta yang setiap Puskesmas ada psikolognya. Sehingga bila ada kasus yang berkaitan dengan kesehatan jiwa bisa tertangani dengan baik.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement