Kamis 16 Apr 2015 15:28 WIB

Hemofilia Masih Menjadi Penyakit Berbiaya Tinggi

Rep: MGROL 33/ Red: Indira Rezkisari
Anisa (kiri), dan Hasbi (kanan), anak pengidap Hemophilia menunjukkan stiker perawatan hemophilia saat aksi simpatik yang digelar Himpunan Masyarakat Hemophilia Indonesia (HMMI) Jatim di RSU Dr Soetomo, Surabaya, Jatim.
Foto: Antara
Anisa (kiri), dan Hasbi (kanan), anak pengidap Hemophilia menunjukkan stiker perawatan hemophilia saat aksi simpatik yang digelar Himpunan Masyarakat Hemophilia Indonesia (HMMI) Jatim di RSU Dr Soetomo, Surabaya, Jatim.

REPUBLIKA.CO.ID, Penyakit hemofilia memang belum banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia. Hemofilia adalah penyakit kelainan perdarahan yang diturunkan sehingga penderitanya terbebani secara fisiologis dan psikologis. Tak terkecuali secara ekonomi, sebab biaya untuk pengobatan hemofilia sangat mahal.

Bagi penyandang hemofilia penyakit ini memang menjadi beban bagi mereka. Tantangan lain dari para penderita adalah mahalnya biaya pengobatan, dan obatnya yang masih langka, meskipun saat ini sudah lumayan banyak terdapat obat bagi penyakit ini. "Suami saya sekali suntik bisa mencapai Rp 6 juta," ujar, Novi, salah satu istri dari penderita hemofilia, di Jakarta, Rabu, (15/4).

Pengobatan hemofilia melalui pemberian faktor konsentrat VIII, IX atau faktor VII membutuhkan biaya yang sangat tinggi tergantung kondisi perdarahannya. Dan, satu-satunya asuransi yang menanggung biaya perawatan hemofilia adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS.

Selain biaya, penyandang hemofilia juga menderita dalam segi aktivitas sehari-harinya. Seorang penderita hemofilia harus secara rutin melakukan pengobatan di rumah sakit.