REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) mengingatkan supaya masyarakat waspada terhadap penyakit kanker, terutama kanker kolon atau usus besar. Sebab, kasus kanker kolon melonjak dan menjadi kanker ketiga terbanyak di Indonesia.
Ketua POI, Aru Wardoyo mengatakan, perkembangan kanker usus besar cukup menarik. “Waktu saya masih mengambil spesialis dalam waktu yang belum terlalu lama, kanker kolon masih menempati urutan delapan atau sembilan kasus kanker terbanyak di Indonesia. Tetapi, kanker ini saat ini menjadi urutan ketiga,” ujarnya, di Jakarta, Ahad (24/5).
Meski belum ada data resmi jumlah penderita kanker di Indonesia, ia menambahkan melonjaknya kasus kanker usus besar yang menempati urutan tiga besar karena akibat perubahan gaya hidup.
Dia menjelaskan, belakangan ini masyarakat merasakan betapa enaknya mengkonsumsi makanan siap saji (fast food), makan lebih banyak padahal gerakan fisik lebih sedikit, hingga tidak menerapkan olahraga teratur. Belum kebiasaan merokok yang ikut menjadi faktor amat penting penyebab terjadinya kanker, mulai kanker paru sampai kanker darah.
Untuk petunjuk awal, ia menyebutkan jika perut merasa tidak enak atau nyeri, bentuk kotoran buang air besar (BAB) berubah-ubah, seperti kecil hingga encer maka patut diwaspadai. Belum lagi kalau kotoran BAB berdarah maka ia meminta harus segera diperiksakan ke dokter. “Selain itu, periksa tinja Anda setahun sekali di laboratorium,” ujarnya.
Ia menjelaskan, pemeriksaan itu sebagai bentuk deteksi dini. Sebab, kata dia, jumlah penderita kanker di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya, bahkan menyerang masyarakat usia relatif muda yaitu dibawah 50 tahun.
Padahal, tren di negara maju tidak demikian. Tidak hanya itu, ia juga meminta publik mewaspadai kanker serviks dan kanker payudara. Sebab dua penyakit mematikan ini adalah satu angka kanker tertinggi yang diidap perempuan di Indonesia. “Jadi urutan kanker tertinggi di Indonesia adalah serviks, payudara, paru, usus besar, prostat, hingga kelenjar getah bening,” ujarnya.
“Saya juga berharap dalam waktu 10 sampai 15 tahun ke depan kanker ini nanti akan menjadi penyakit kronik sama seperti penyakit diabetes, hipertensi. Artinya penyakit menahun yang tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa ditahan sampai menjadi sahabat bagi pengidapnya,” ujarnya. Artinya ketika pengidap penyakit ini divonis menderita kanker, langit tidak terasa runtuh namun tetap bisa menjalani usianya secara ilmiah.