REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Defisiensi vitamin D merupakan masalah yang sering terjadi, tetapi masih seringkali terabaikan. Masyarakat yang hidup dekat khatulistiwa yang terkena sinar matahari sepanjang tahun seharusnya memiliki kadar serum 25-hidroksivitamin D normal.
Kelompok yang sering mengalami defisiensi vitamin D antara lain usia lanjut dan pekerja di ruangan tertutup terutama pekerja wanita. Ini karena pekerja Wanita Usia Subur (WUS) melakukan kegiatan di ruangan tertutup, cara berpakaian yang menutupi seluruh tubuh dan wajah, dan perilaku menghindari matahari. Ketika sebagian besar kulit wajah dan tangan terlindung dari sinar matahari, maka kemungkinan defisiensi vitamin D akan terjadi.
Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan penurunan efisiensi penyerapan kalsium dan fosfor sehingga meningkatkan hormon paratiroid. Peranan vitamin D tidak hanya dalam pembentukan tulang dan metabolisme mineral, tetapi beberapa studi terakhir menunjukkan vitamin D juga sebagai faktor risiko dari sindrom metabolik.
Menurut parker et al, subjek yang memiliki serum vitamin D tinggi dapat menurunkan 43 persen gangguan kardio-metabolik. Kekurangan vitamin D berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler, hipertensi, insulin resisten, diabetes melitus, disfungsi sel beta, penyakit autoimun, atritis, sklerosis, kanker kolon, kanker payudara dan kanker prostat.
Tim peneliti dari Fakultas Ekologi Manusia Institut pertanian Bogor (Fema IPB) mengkaji status vitamin D pekerja wanita di pabrik tekstil. Adalah Dodik Briawan, Ali Khomsan, Rimbawan, Betty Yosephin, dan Siti Aisyah melakukan studi di salah satu perusahaan garmen di Kota Bogor dengan subjek 59 wanita.
Hasil studi menunjukkan bahwa pekerja wanita berusia 35-45 tahun sebanyak 67,8 persen dan hanya terpapar matahari kurang dari 30 menit per hari di hari kerja dan 70 menit per hari di waktu libur. Sebanyak 73 persen subjek biasa menggunakan baju pelindung tubuh saat ke luar rumah, dan 90 persen menyatakan sinar matahari tidak baik untuk kesehatan.
“Dari studi ini kami mendapatkan hasil bahwa tidak ada panelis yang masuk dalam kategori cukup asupan vitamin D-nya. Sebanyak 30,5 persen panelis mengalami defisiensi, 57,6 persen tidak cukup dan 11,9 persen hipovitaminosis. Selain rendahnya paparan sinar matahari, defisiensi vitamin D juga disebabkan rendahnya konsumsi pangan sumber vitamin ini seperti ikan, susu, dan telur,” jelas Dodik Briawan dalam siaran persnya yang diterima Republika Online, Senin (1/6).