REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Salah satu kandungan zat di dalam kedelai adalah fitoestrogen, senyawa alami yang menyerupai estrogen organik. Menurut Heather B Patisaul dari North Carolina State University dan Wendy Jefferson dari the National Institute of Environmental Health Sciences, pro dan kontra fitoestrogen di dalam kedelai masih belum terselesaikan sampai hari ini.
"Fitoestrogen dalam kedelai memang bemanfaat kesehatan, seperti menurunkan risiko osteoporosis, penyakit jantung, kanker payudara, dan gejala menopouse, namun sering juga dianggap pengganggu kelenjar endokrin sehingga berbahaya bagi kesehatan," kata Patisaul dan Jefferson di dalam publikasinya di Jurnal Frontiers in Neuroendocrinology, dilansir dari Live Strong, Senin (13/7).
Para peneliti mengatakan efek konsumsi kedelai itu bergantung pada usia, status kesehatan, serta ada atau tidaknya mikroflora dalam usus seseorang. Patisaul mengibaratkan makan kedelai itu seperti minum bir.
"Jika Anda orang dewasa, Anda mungkin masih bisa meminum 1-2 gelas bir. Namun, jika Anda minum 10 gelas, maka itu menjadi masalah. Ini bergantung berapa banyak Anda mengonsumsinya dan bagaimana riwayat kesehatan Anda," katanya.
Banyak orang yang tidak makan daging memilih kedelai karena proteinnya lengkap. Patisaul memperingatkan kedelai bukan satu-satunya sumber protein yang harus dimakan. Mengapa? Terlalu banyak makan kedelai menyebabkan masalah, khususnya pada wanita, yaitu siklus menstruasi tidak teratur. Fitoestrogen mungkin baik untuk dikonsumsi sewajarnya, dan buruk jika dikonsumsi dalam jumlah besar. Ahli diet Dr Mark Hyman mengatakan untuk menerima manfaat kedelai, maka harus memakan yang alami.
"Katakan tidak untuk produk kedelai olahan," ujarnya.
Semua kedelai alami, termasuk kedelai yang dikukus atau kacang edamame, dan kedelai fermentasi dalam bentuk miso, tempe, dan tahu sejak lama dikenal bergizi di Asia. Akan tetapi, produk olahan kedelai yang sudah dikemas biasanya mengandung lemak tidak sehat dan senyawa kimia lainnya.