REPUBLIKA.CO.ID, Penyakit nyeri sendi sering kali lebih di kenal oleh masyarakat sebagai akibat dari penyakit asam urat. Padahal hal ini merupakan sebuah hipotesis yang keliru.
Masyarakat seringkali mengonsumsi obat-obatan anti nyeri secara bebas, sehingga menyebabkan efek samping yang membuat pengobatan nyeri sendi semakin sulit.
Dr. Daniel Petrus Marpaung, SpOT, spesialis ortopedi di RS. Siloam Kebon Jeruk, menjelaskan bahwa nyeri sendi atau dalam istilah medis di sebut Osteoartritis (OA) adalah suatu penyakit kronis yang mengenai sendi dan tulang di sekitar sendi. Sebelumnya OA dianggap penyakit degeneratif, atau penyakit orang tua karena sendi menjadi rapuh atau usang.
Namun belakangan diketahui melalui beberapa penelitian ternyata selain akibat rapuhnya sendi terdapat pula proses peradangan yang mempengaruhi kerusakan pada sendi tersebut. Walaupun peradangan yang terjadi tidak sehebat penyakit radang sendi yang lain seperti artritis reumatoid.
Selain diakibatkan oleh pengapuran sendi, Osteoartritis juga dapat disebabkan oleh trauma atau akibat dari penyakit sendi yang lain (sekunder). Tulang rawan yang terdapat di antara sendi berfungsi sebagai bantalan pada saat sendi dipakai, namun karena bagian ini rusak maka permukaan tulang pada sendi tersebut saling beradu sehingga timbul rasa nyeri, bengkak dan kaku.
Bagian sendi-sendi yang paling sering terjadi pengapuran adalah, lutut dan panggul. Akan tetapi, nyeri sendi tersebut dapat pula menyerang jari-jari tangan, siku, dan bahu.
"Karena kita sering menggunakan sendi kita untuk berjalan, maka bagian sendi yang sering terasa sakit adalah di bagian lutut dan panggul," ungkap Dr. Daniel,belum lama ini.
Menurut sang dokter, ada dua faktor yang mendorong timbulnya penyakit ini. Yakni faktor primer dan sekunder, faktor primer terjadi melalui proses yang alami seiring dengan bertambahnya usia yang menyebabkan tulang rawan kita semakin tipis. Hal ini merupakan faktor yang sering terjadi ketika seseorang mengalami penyakit pengapuran sendi.
Sementara faktor sekunder terjadi akibat pasien pernah memiliki riwayat cidera yang menyerang sendi dan memiliki riwayat obesitas sehingga sendi tak mampu lagi menopang berat badannya. Faktor risiko lain adalah riwayat keluarga dengan OA, pekerjaan yang membutuhkan jongkok atau berlutut lebih dari 1 jam/ hari. Pekerjaan mengangkat barang, naik tangga atau berjalan jauh juga merupakan bagian dari faktor risiko tersebut.
Olah raga yang mengalami trauma pada sendi seperti sepak bola, basket atau voli juga meningkatkan risiko OA. Beberapa penyakit lain yang bisa menimbulkan OA sekunder antara lain artritis reumatoid, gout dan hemofilia.
"Mayoritas pasien OA rata-rata berumur 40-70 tahun ke atas. Namun bisa juga menyerang anak muda. Cara penyerangannya masuk ke dalam faktor sekunder. Hampir semua orang di umur tersebut mengalami gejala penyakit ini, dengan tingkat nyeri yang berbeda-beda. Sebelum usia 55 tahun perbandingan OA pada pria dan wanita sebanding, namun pada usia di atas 55 tahun lebih banyak pada wanita," jelas dia.
Menurut Dr. Daniel sejauh ini tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat menegakkan diagnosis OA, namun pemeriksaan radiologi (rontgen) dapat membantu, walaupun hasilnya seringkali tidak sesuai dengan gejala yang dirasakan pasien. Pada rontgen dapat terlihat gambaran celah sendi yang menyempit, tumbuh tulang kecil (osteofit) dan terjadi sklerosis (pengapuran) disekitar sendi yang terkena tersebut.
Sayangnya, Osteoartritis tidak dapat disembuhkan. Penyakit ini biasanya makin lama makin memburuk sejalan dengan usia. Tetapi keluhan OA dapat dikontrol sehingga penderita OA dapat beraktivitas seperti biasa dan melakukan kegiatan sehari-hari tanpa rasa nyeri.
Beberapa obat dapat membantu perlambatan kerusakan yang terjadi, mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri. Selanjutnya jika tetap nyeri walaupun sudah menjalani semua prosedur pengobatan maka pilihan terakhir adalah operasi. Pemasangan sendi palsu pada sendi yang rusak dipercaya dapat membantu pasien-pasien yang tidak respon terhadap terapi.