REPUBLIKA.CO.ID, Perbedaan suhu dan kelembaban yang ekstrim antara Tanah Suci dan Tanah Air, membuat jamaah haji dan umrah rentan alami penyakit. Dehidrasi merupakan salah satu penyakit yang sering diderita para jamaah haji asal Indonesia.
Tim Penyusun Buku Panduan Hidrasi Saat Haji dan Umroh, dr Agung Frijanto, SpKJ, menjelaskan hasil survei yang dilakukan oleh tim penyusun buku terhadap 112 jamaah haji yang dirawat di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Mekkah dan Madinah, selama pra dan pasca Armina pada tahun 2014. Hasilnya jamaah yang mengalami dehidrasi sebanyak 50,9 persen secara kualitatif (berdasarkan warna urin) dan 19,5 persen secara kuantitatif (berat jenis urin atau urine specific gravity). Dan sebanyak 70 persen lansia yang juga demensia (pikun) mengalami dehidrasi.
Karena itu, Kepala Pusat Kesehatan Haji (Puskeshaji), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Dr dr Fidiansjah, SpKJ, MPH, mengimbau mengingat ekstrimnya perbedaan kondisi cuaca di Tanah Air dan Tanah Suci, para jamaah haji dan umrah pun dianjurkan untuk selalu menjaga asupan air mereka.
Saat beribadah di Arab Saudi, jamaah akan menghadapi perbedaan suhu udara dan kelembaban yang sangat ekstrim. Salah satunya adalah kondisi panas dengan suhu yang cukup tinggi dan kelembaban yang rendah. Kondisi ini menyebabkan jamaah haji dan umrah mudah mengalami kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi.
"Cuaca dan iklim berbeda. Ini menimbulkan dampak kesehatan jamaah haji, mereka terkena paparan panas dengan suhu yang luar biasa 43 derajat celcius, tidak ada AC selama lima jam saat aktivitas haji," ungkapnya dalam acara Peluncuran Buku Pedoman Hidrasi Saungkapnya dalam acara peluncuran Buku Pedoman Hidrasi Saat Haji dan Umroh, di Hotel Double Tree, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan pada kondisi ekstrim, kondisi dehidrasi yang melanda jamaah dapat menyebabkan kondisi fatal, seperti heat stroke, yang dapat membawa kematian. Apalagi bagi jamaah haji yang mayoritas lanjut usia.