REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lentera Anak Indonesia (LAI) mengungkap bahaya rokok tidak hanya dari sisi kesehatan saja. Bahkan Indonesia yang juara dalam mengkonsumsi rokok juga membahayakan petani dan pekerja industri rokok.
Dalam dokumen Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia (UI) yang diserahkan LAI kepada Republika, Ahad (23/8) mengungkap, mitos kendali konsumsi rokok. Dokumen tersebut menyebutkan, impor tembakau Indonesia naik setiap tahunnya. Pada 2000, impor tembakau naik dari 16,6 persen menjadi 72,5 persen kebutuhan di tahun 2011. Data itu didasarkan pada statistik perkebunan dan data Kemendag 2013.
Sedangkan impor tembakau di tahun 2000 mencapai 378 juta dolar AS atau sekitar Rp 5 triliun. Hal itu dinilai Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan UI Hasbullah Thabrani sangat menguntungkan petani asing, dan membuat petani Indonesia merugi.
Tidak hanya itu, proporsi petani tembakau terhadap total tenaga kerja di Indonesia turun dari 0,8 persen di tahun 1990 menjadi 0,5 persen pada 2010. Hal ini dituliskan Hasbullah terjadi sebelum 180 negara di dunia kecuali Indonesia ikut konvensi pengendalian tembakau.
"Dari sisi porsi pekerja di industri tembakau terhadap pekerja di seluruh sektor industri indonesia turun dari 3,5 persen di tahun 1998, menjadi 1 persen di tahun 2012. Data tersebut berdasarakan statistik angakatan kerja tahun 2012. Untuk industri rokok porsi pekerja hanya 0,4 persen dari total angkatan kerja," katanya.
Pada 2000 sampai 2013, pendapatan pekerja di industri tembakau atau rokok relatif sekarat pada seperepat pendapatan pekerja di seluruh sektor industri, berdasarakan statistik upah BPJS).
Hal itu yang disebut Hasbullah dalam tulisannya yang meyarankan agar kendali konsumsi rokok sangat diperlukan. Kendali konsumsi rokok akan mematikan industri rokok dan petani tembakau. "Faktanya di dunia hal itu tidak pernah terjadi. Penurunan volume perdagangan bertahap terjadi. Bahkan ada kesempatan pemerintah mengalihkan industri ke industri yang sehat dan bersih lingkungan," katanya.
Kendali konsumsi rokok memang tidak membuat perokok berhenti seketika. Hal itu, kata Hasbullah, juga tidak pernah terjadi di dunia. "Tapi, untuk perokok yang kecanduan akan tetap merokok meskipun harga rokok naik tiga sampai empat kali lipat. Terkhir dengan mengendalikan konsumsi rokok, pendapatan Indonesia akan meningkat karena cukai rokok dinaikan sebagai bentuk pengendalian."