REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Kanker payudara merupakan salah satu penyebab kematian utama bagi wanita di seluruh dunia. Prevalensinya pun terus mengalami peningkatan secara global, termasuk di Indonesia.
Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI 2015, esetimasi jumlah absolut penderita kanker payudara adalah 61.682 orang.
Ahli onkologi Rumah Sakit Kanker Dharmais, dr Ramadhan menyebutkan bahwa terapi sistemik berupa kemoterapi dan terapi hormonal telah lama digunakan untuk pengobatan kanker payudara stadium awal sampai lanjut. Di Indonesia sendiri pemberian terapi tersebut masih mengikuti panduan dari etnik Kaukasia arau ras kulit putih.
"Namun begitu, panduan ini belum tentu memiliki kecocokan untuk populasi penduduk kita," katanya, Rabu (26/8). Karena sifat biologi kanker pada etnik Asia dan etnik Kaukasia memiliki perbedaan. Baik berdasar parameter klinis, morfologi, ataupun genetik.
Sedangkan, penelitian yang membandingkan efektivitas kemoterapi dan terapi hormonal untuk menghambat proses angiogenesis kanker pada tingkat molekuler, belum pernah dilakukan di Indonesia. Padahal penelitian tersebut penting untuk mengetahui efektivitas bentuk terapi yang akan dipakai dalam pengobatan kanker stadium lanjut.
Maka itu Ramadhan pun melakukan penelitian pada penderita kanker payudara stadium III dan IV di rumah sakit tempatnya bekerja. Terapi hormonal dan kemoterapi diberikan mulai tahun 2010 hingga 2015. Penelitian dilakukan dengan penilaian trenskripsi gen VEGF 165, VEGFR-1, VEGFR-2, dan gambaran IHC CD34 terhadap kesintasan.
Hasil penelitian menunjukkan kelompok pasien dengan terapi hormonal cenderung memiliki rerata kesintasan yang lebih panjang dibanding kelompok kemoterapi.
"Rerata kesintasan atau harapan hidup pada terapi hormonal 1039,331 hari. Sedangkan pada kemoterapi 633,105 hari. Akan tetapi secara statistik, hal ini tidak signifikan," ungkapnya.
Ramadhan mengatakan terdapat penurunan copy number VEGF 165 sebanyak 4,3 kali lebih besar yang cukup bermakna secara statistik pada kelompok hormonal. Sedangkan pada gen CD34 tidak menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan antara kemoterapi dan terapi hormonal.
"Terapi hormonal ini bisa jadi pertimbangan pilihan. Mengingat rerata kesintasan terapi ini lebih panjang dibanding kemoterapi dengan kualitas hidup yang lebih baik serta lebih praktis dilaksanakan," paparnya.