REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebakaran hutan di pelbagai wilayah Indonesia, seperti di Sumatra dan Kalimantan berdampak pada buruknya udara.
Masyarakat resah, pasalnya dampak buruk dari asap ini dipercaya oleh mereka sebagai salah satu penyebab kanker. Namun hal ini dijelaskan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI, Prof dr Tjandra Yoga Aditama, dalam rilis yang diterima Republika.co.id Sabtu (19/9) bahwa hingga saat ini belum ada bukti ilmiah yang mengaitkan kedua hal tersebut.
Dikatakan oleh dia, penyakit kanker baru akan terjadi bila terjadi paparan selama bertahun-tahun, paparan yang lama dan terus menerus. Sementara, kebakaran hutan biasanya hanya akan terjadi beberapa bulan saja, dan berhenti kalau musim sudah berganti.
Ada tiga hal yang tidak dapat menunjukkan hubungan kejadian kanker dengan asap kebakaran hutan. Pertama, menurutnya sampai sekarang belum ada bukti ilmiah yang nyata yang menghubungkan kanker dengan asap kebakaran hutan.
Kedua, paparan asap kebakaran hutan tidak terus menerus ber tahun-bertahun. Ini berbeda dengan paparan asap rokok yang dihisap setiap hari selama 10-20 tahun atau lebih, yang secara ilmiah jelas berhubungan antara kebiasaan merokok dan kanker.
Ketiga, kemungkinan aspek multi faktorial dalam terjadinya kanker. Misalnya, kata dia, kalau mereka yang terpapar asap kebakaran hutan itu ternyata juga perokok berat, maka harus dinilai secara mendalam tentang faktor apa yang berperan dalam terjadinya kanker pada orang itu.