Selasa 22 Sep 2015 05:05 WIB

Mengobati Parkinson dengan Operasi

Parkinson membuat penderita menjadi ketergantungan dengan orang lain. Bahkan tak jarang banyak pasien parkinson yang putus asa.
Foto: moviespix
Parkinson membuat penderita menjadi ketergantungan dengan orang lain. Bahkan tak jarang banyak pasien parkinson yang putus asa.

REPUBLIKA.CO.ID, Parkinson sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Penyakit tersebut membuat penderita menjadi susah bergerak, seperti berjalan dan menulis, sehingga tidak bisa beraktivitas.

Penderita harus terus didampingi oleh keluarga ataupun perawat. Penyakit tersebut membuat penderita menjadi ketergantungan dengan orang lain. Bahkan tak jarang banyak pasien parkinson yang putus asa.

Sayangnya, pemahaman masyarakat mengenai parkinson masih rendah yang mengakibatkan lambannya penanganan pasien parkinson. "Masyarakat harus jeli melihat tanda-tanda parkinson. Begitu ada tanda-tandanya segera bawa ke rumah sakit dan beri perhatian lebih pada pasien," imbuh ahli penyakit syaraf dari Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk, dr Made Agus M. Inggas SpBS.

Dokter Spesialis Bedah Syaraf dari RS Siloam Hospitals Kebon Jeruk,Jakarta Frandy Susatia, mengatakan metode terbaru untuk mengurangi gejala parkinson adalah operasi stimulasi otak dalam (DBS). Metode tersebut digunakan jika konsumsi obat selama minimal lima tahun tidak menunjukkan hasil positif dan menimbulkan efek samping yang berat pada pasien parkinson.

Pasien parkinson harus terus-menerus minum obat, namun konsumsi obat dalam jangka waktu panjang dapat memberikan efek samping, seperti gerak berlebih pada bagian tubuhnya, rasa terbakar di tenggorokan, pusing, diare, gangguan ginjal dan liver. "Oleh karenanya diperlukan operasi. Operasi ini bertujuan untuk meransang produksi sel dopamin," kata Frandy.

Rangsangan tersebut membuat sel dopamin memproduksi dan bekerja optimal kembali sehingga gejala penyakit parkinson dapat diatasi dan dosis obat berkurang."Operasi tersebut terbukti ampuh untuk mengatasi tremor, kaku, dan gerak yang lambat".

Tanpa operasi, pasien harus mengonsumsi obat terus menerus dengan dosis yang terus meningkat. Teknik operasi tersebut dilakukan melalui penanaman elektroda atau chip pada area tertentu di otak bagian dalam. Elektroda atau chip dihubungkan dengan kabel ke baterai yang diletakkan di dalam dada sebagai sumber arus listrik.

Tingkat keberhasilan operasi tersebut mencapai 100 persen dan mampu mengembalikan 70 hingga 100 persen produktivitas pasien.

"Tapi harus diingat, obat-obatan ataupun operasi yang dilakukan hanya untuk mengembalikan kualitas hidup pasien menjadi normal kembali dan bukan berarti menyembuhkan," tukas Frandy.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement