REPUBLIKA.CO.ID, Sel punca merupakan sel awal. Seperti diungkapkan dr Andri Lubis SpOT(K) dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Sebagai sel awal,sel punca memiliki keleluasaan untuk menjadi sel apapun tergantung peletakan sel tersebut.
"Stemm cell punya istilah namanya 'homing', dimana dia bisa menyesuaikan dengan lingkungan dimana dia diletakan," terang dokter yang juga bertanggung jawab mengembangkan riset sel punca di Indonesia dan sudah melakukan percobaan klinis ke pasien ini dalam Seminar Awam Stem Cell Untuk Memperlambat Proses Penuaan dan Pengobatan Nyeri Lutut, Sabtu (26/9) di Cempaka Putih, Jakarta.
Andri menjelaskan praktik sel punca dibagi menjadi dua macam, yang pertama otologus atau terapi dengan mengambil cairan sel punca dari tulang sum-sum pasien. Kedua dan masih dalam tahap riset adalah dengan teknik halogenik yakni memanfaatan donor manusia yang diambil dari embrio, mengambil darah dari tali pusar bayi yang baru lahir atau dari seseorang tak lebih dari 30 tahun.
"Tapi yang banyak dipraktikkan di Indonesia adalah teknik otologus," terang Andri.
Tak mudah untuk menjadi pasien sel punca di Indonesia. Andri menjelaskan calon pasien tersebut telebih dahulu harus menjalani pemeriksaan medis yang menyeluruh. Katanya, hal ini dilakukan untuk menghindari infeksi yang mungkin timbul dari praktik tersebut.
"Infeksi apapun harus diteliti, infeksi jamur, bakteri atau virus. Kalau pasien memiliki tanda-tanda infeksi maka praktik ini tidak bisa dilakukan," jelasnya.
Syarat lainnya, sel punca dianjurkan untuk pasien dengan rentang usia 15-55 tahun. Andri menjelaskan pada usia tersebut perkembangan sel punca pasien masih bisa dikatakan dalam tahap yang baik. "Tapi kalau sudah di atas 60 bakal jauh menurun. Sehingga memang tidak dianjurkan pasien dengan usia di atas itu," katanya.