REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sebagian masyarakat mungkin tidak banyak yang mengenal kanker nasofaring, yang lebih sering dikenal dengan kanker kepala dan leher. Jenis kanker ini tumbuh seperti tumor ganas yang tumbuh di daerah kepala dan leher.
Selain di bagian otak, kanker ini seperti tumor di mulut, hidung, tenggorokan, pita suara, kelenjar ludah, tiroid, kelenjar getah bening leher dan kulit daerah kepala dan leher.
Menurut ketua divisi onkologi kepala dan leher dari RSUP Dr. M. Djamil Padang, dr Sukri Rahman, Sp.THT-KL, kebanyakan pasien dengan penyakit ini umumnya datang pada stadium yang sudah lanjut yaitu stadium III dan IV, sehingga penyembuhannya akan lebih sulit.
"Walau tidak sepopuler kanker lainnya, namun di Indonesia, kanker nasofaring merupakan kanker kepala dan leher yang paling sering ditemui," ungkap Sukri.
Bahkan menurutnya, berdasarkan data penyakit di Rumah Sakit Pusat Kanker Nasional Dharmais tahun 2003-2007, kanker nasofaring merupakan tumor ganas terbanyak pertama yang kasusnya banyak di temukan pada laki-laki, dan tumor ganas terbanyak ke lima pada perempuan. Kanker nasofaring sendiri memang umumnya tumbuh pada tenggorokan yang berada di belakang hidung (nasofaring).
Lokasinya yang tersembunyi, membuat pasien biasanya tidak mengetahui adanya pertumbuhan tumor. Pada akhirnya tumor tersebut sudah meluas dan menyebabkan komplikasi.
"Sebagian besar pasien datang pada stadium lanjut, dengan keluhan adanya benjolan di leher, artinya tumor sudah menyebar ke kelenjar getah bening leher, bahkan tidak jarang pasien datang karena adanya penglihatan ganda (diplopia), nyeri kepala berat dan rasa kebas di pipi yang merupakan gejala perluasan tumor ke otak dan saraf otak," tambahnya.
Sementara itu, pada stadium awal, tumor ini biasanya memberikan gejala berupa gangguan pada satu sisi telinga berupa terasa penuh, kurang pendengaran atau berdenging (tinitus) yang lebih dari tiga minggu. Namun keluhan ini sering diabaikan oleh pasien.