REPUBLIKA.CO.ID, Akhir Maret 2007, Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan The Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) merekomendasikan tindakan sunat (sirkumsisi) pria sebagai salah satu cara tambahan untuk menurunkan risiko penularan HIV pada pria heteroseksual. Hal ini sebenarnya tidak mengejutkan karena manfaat sunat bagi kesehatan sudah banyak diketahui. Tidak heran jika sunat kini tidak hanya dilakukan kalangan anak-anak, melainkan juga orang dewasa yang mulai menyadari manfaat sunat bagi kesehatan.
dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS dari Rumah Sunatan, menjelaskan sunat pada pria yang sudah dewasa tidak hanya menurunkan risiko penularan HIV/AIDS hingga lebih dari 50 persen, tapi juga menurunkan risiko terjadinya kanker prostat; kanker penis; menurunkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita pasangannya serta menurunkan risiko terjadinya infeksi saluran kemih, termasuk infeksi menular seksual.
“Manfaat-manfaat ini mematahkan anggapan bahwa sunat merupakan tindakan kejam tanpa manfaat. Bahkan, Center of Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat juga telah menganjurkan sunat sebagai salah satu pencegahan infeksi penyakit menular seksual,” ungkapnya.
Selain untuk mencegah penyakit, seorang pria dewasa dapat termotivasi untuk melakukan sunat karena berbagai alasan. Sunat dapat dilakukan karena alasan agama atau karena terdapat indikasi medis seperti fimosis, parafimosis, balanitis, dan postitis. Alasan lain yang juga cukup populer adalah alasan seksual, yaitu agar mendapatkan sensasi lebih saat bercinta atau demi memuaskan pasangan.
Beberapa pasien, terutama yang aktif secara seksual biasanya juga kuatir bahwa sunat akan memengaruhi performa seksualnya. Apalagi banyak isu negatif yang menyatakan bahwa sunat dapat menurunkan sensitivitas penis sehingga mengurangi sensasi bercinta.
Hal ini terbantahkan melalui studi yang dilakukan di Turki pada tahun 2004. Studi tersebut menunjukkan bahwa fungsi seksual sebelum dan setelah sunat pada orang dewasa tidak berubah. Bahkan, setelah sunat waktu yang diperlukan untuk mencapai ejakulasi semakin panjang.
Tidak heran jika studi ini menyebutkan bahwa angka disfungsi seksual pada pria yang disunat lebih rendah sedikit dibanding mereka yang tidak disunat, terutama pada pria yang berusia di atas 50 tahun. “Meski demikian, perlu diingat bahwa sunat bukan terapi untuk disfungsi ereksi,” jelasnya.