REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seseorang yang mengalami gangguan kejiawaan kebanyakan diperlakukan secara diskriminatif.
Hal ini diakibatkan, masyarakat masih berpikir bahwa penyakit gangguan jiwa sangat berbahaya terutama ketika penyakit tersebut kambuh.
Menurut ketua Seksi Skizofrenian dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, Dr. A. A. Agung Kusumawardhani, SpKJ (K), penyakit gangguan jiwa ini biasanya kerap ditemukan pada remaja usia 15 hingga 20 tahun. Berbeda dengan bipolar, penyakit gangguan jiwa (skizofrenia) ini diakibatkan oleh gangguan fungsi otak sehingga mengganggu pola pikir seseorang.
"Gangguan pola pikir tersebut bisa menyebabkan mereka jadi berhalusinasi, berbicara sendiri, bahkan untuk jangka panjang dapat membuat pasien mengamuk dan tidak terkontrol. Hal ini yang membuat masyarakat merasa bahwa Orang dengan Skizofrenia (ODS) dapat membahayakan orang lain di lingkungannya," ungkap Agung, dalam acara media gathering Dignity In Mental Health, di Jakarta, baru-baru ini.
Di Amerika Serikat sendiri, lanjut Agung jumlah ODS mencapai 2,5 juta jiwa, sedangkan di Indonesia berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2013 berjumlah 400.000 orang. Salah satu penyebabnya antara lain adalah akibat kurangnya pengetahuan dan pemahaman keluarga serta masyarakat akan gangguan atau masalah kejiwaan, masih kurangnya jumlah dan kualitas tenaga medis profesional serta minimnya fasilitas dalam perawatan.
"Padahal fasilitas dan tenaga medis sangat penting guna menangani pasien ODS. Sayangnya, di Indonesia dokter spesialis kedokteran jiwa jumlahnya hanya 1:500.000. Sementara di Jepang perbandingannya 1:1.000," jelasnya.
Hal ini tentu sangat disayangkan, mengingat Indonesia juga merupakan salah satu negara di dunia yang cukup berkembang, tak kalah dari Jepang. Namun, melalui upaya bersama, Agung tetap berharap baik pemerintah maupun masyarakat mau bekerjasama untuk menangani ODS, agar mereka dapat melanjutkan kembali hidupnya layaknya orang normal.
"Secara umum, pasien dengan gangguan jiwa ini sebenarnya bisa sembuh total, asalkan rajin minum obat, terapi, rutin kontrol ke dokter, serta yang tak kalah penting adalah mendapatkan dukungan dari keluarga terdekat," katanya.