REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penanganan kanker payudara di Indonesia kerap mengalami kendala.
Diantaranya adalah, masyarakat Indonesia cenderung lebih mempercayai obat-obatan tradisional ketimbang penanganan medis.
Padahal menurut spesialis bedah tumor atau kanker RS Mitra Kelapa Gading, Dr. Walta Gautama SpB(K)Onk, penanganan pasien kanker harus dilakukan secara khusus dan tidak boleh sembarangan. Apalagi jika mengkonsumsi obat-obatan tradisional yang bersifat hanya menghambat dan bukan mengobati.
"Kondisi ini cukup miris, masyarakat mungkin ingin penanganan yang instan dengan biaya murah. Tapi kanker bukan penyakit sembarangan, obat tradisional yang diminum bisa saja bersifat pemicu kanker. Maka, penanganan medis merupakan solusi terbaik guna mengobati penyakit mematikan ini," jelas Walta belum lama ini.
Walta juga mengungkapkan, bahwa saat ini masyarakat tidak perlu khawatir soal biaya perawatan kanker, karena sekarang sudah banyak yayasan dan layanan kesehatan pemerintah yang dapat melayani pasien penderita kanker. Contohnya Yayasan Kanker Indonesia dan BPJS Kesehatan.
"Untuk layananan kanker melalui BPJS Kesehatan sudah banyak dilakukan oleh berbagai rumah sakit di Jakarta, seperti RS Dharmais. Namun selain peralatan yang terbatas, jumlah Rumah Sakit khusus kanker di Indonesia sangat kurang. Sehingga penumpukan pasien di seluruh Indonesia hanya berpusat di RS Dharmais saja, hal ini yang membuat pelayanan pasien kanker melalui BPJS terkesan lama karena harus antri berhari-hari, jadi mereka memilih menggunakan pengobatan tradisional," ungkapnya.
Senada dengan Walta, sebagai ketua Yayasan Kanker Indonesia wilayah DKI Jakarta, Dr. Carmen Jahja, MD. Sports Medicine mengakui terlalu lama mengantri merupakan kendala yang saat ini kerap dikeluhkan para pasein kanker. Untuk mengurangi penumpukan pasien tersebut, Yayasan Kanker Indonesia hadir sebagai wadah yang juga menjembatani para pasien agar pengobatannya tidak bertitik pada satu rumah sakit saja.
"Kasihan kan kalau pasien kurang mampu dari daerah juga harus jauh-jauh datang dan mengantri di satu titik Rumah Sakit di Jakarta saja. Antrinya tak main-main, bisa sampai enam bulan, sementara penyakitnya harus segera di tangani dan tidak bisa menunggu lamanya waktu tersebut," kata Carmen.
Untuk itu, Carmen mengimbau agar pemerintah daerah mau memperhatikan masalah ini, guna menekan angka penderita kanker payudara di Indonesia yang setiap tahunnya semakin meningkat. Selain itu, jumlah alat dan tenaga medis juga harus ditingkatkan agar pasien tidak perlu antri cukup lama dan segera mendapatkan pengobatan.