REPUBLIKA.CO.ID, Gangguan disfungsi ereksi dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni psikogenik, organik serta gabungan dari keduanya. Gangguan akibat psikogenik biasanya disebabkan oleh faktor emosi yang tidak stabil, sedangkan organik akibat adanya gangguan saraf, hormon dan penyakit-penyakit degeneratif.
Berhubungan seksual secara teratur diketahui dapat mencegah disfungsi seksual. Menurut standar WHO sebaiknya lakukan hubungan seksual secara rutin seminggu dua kali. Selain itu, penting untuk selalu menjaga pola makan dan hidup sehat.
"Bagi yang sudah mengalami disfungsi ereksi sebenarnya juga bisa diobati. Yakni dengan cara terapi dokter dan mengkonsumsi obat-obatan. Akan tetapi obat-obatan ini hanya akan mengobati pada saat itu saja, selanjutnya harus ada penanganan khusus dan konsultasi dengan dokter," kata dokter ahli urologi RS Premier Jatinegara, Dr. Nouval, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS.
Akan tetapi, saat ini penanganan disfungsi ereksi juga dapat dilakukan dengan metode Extracorporeal Shock Waves for Sexual Therapy (ESST). Metode ini merupakan salah satu terobosan terapi non invasive terkini untuk penanganan disfungsi ereksi, tujuannya tak lain adalah untuk memperbaiki peredaran darah yang masuk ke dalam penis.
Menurut Technical Advisor RS Premier Jatinegara, dr. Handojo Raharjo metode terapi ESST ini dilakukan di luar tubuh pasien tanpa pembedahan maupun pembiusan. Dilakukan dalam durasi yang singkat sehingga pasien dapat langsung beraktifitas seperti biasa.
"Terapi ini tidak seperti obat-obatan, metode ini lebih aman dan efektif. Dapat memulihkan jaringan erektil dalam penis sehingga pasien juga dapat ereksi secara spontan tanpa obat-obatan seperti viagra dan lainnya," kata sang dokter dalam kesempatan yang sama.
Tingkat keberhasilan terapi ini juga cukup tinggi, sehingga banyak diminati. Privasi pasien dalam menjalani metode ini juga dijamin sehingga mereka dapat lebih nyaman dalam melakukan terapi.
(baca: Mau Nikah? Pikir Ulang Bila Bertemu 4 Jenis Pria Ini)