Senin 07 Mar 2016 09:38 WIB

Vaksin Cacar Diuji Coba di Rumah Sakit Inggris

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Andi Nur Aminah
Bayi terkena cacar air
Foto: Independent
Bayi terkena cacar air

REPUBLIKA.CO.ID, Rumah Sakit di Inggris melakukan uji coba vaksin baru untuk mencegah anak-anak dari cacar. Vaksin tersebut sebelumnya tersedia di Jerman dan Amerika Serikat, tapi tidak termasuk dalam program vaksinasi rutin anak-anak di Inggris, melainkan hanya ditawarkan kepada mereka yang rentan.

Website NHS menjelaskan bahwa tidak rutininya pemberian vaksin di Inggris karena ada kekhawatiran cacar air dan herpes zoster bisa menyerang orang tua, sehingga dapat mengakibatkan komplikasi yang lebih serius. Sebuah studi akan menguji seberapa aman dan efektif vaksin baru yang disebut Varilrix tersebut. Studi melibatkan anak-anak berusia antara 12 dan 23 bulan.

Para ilmuwan memperkirakan bahwa vaksin, yang berlisensi di Inggris pada 2013, dapat memberikan perlindungan 98 persen terhadap cacar air pada anak-anak. Juga 75 persen pada remaja dan orang dewasa.

Cacar air, yang disebabkan oleh virus varicella-zoster, adalah penyakit ringan yang berlangsung antara lima sampai 10 hari. Gejalanya adalah adanya ruam merah, dan bintik-bintik gatal yang berubah menjadi lepuh.

Namun, pada anak-anak dan orang dewasa yang rentan, dapat menyebabkan kondisi serius seperti pneumonia, infeksi kulit, dan pembengkakan otak, yang dikenal sebagai ensefalitis.

Studi ini akan dilakukan di rumah sakit NIHR Wellcome Trust Southampton Clinical Research Facility and St George di London selatan, serta di Bristol dan Oxford. Katrina Cathie, seorang konsultan dokter anak dan peneliti utama studi ini mengatakan timnya sangat senang menjadi bagian dari penelitian ini.

"Cacar merupakan penyakit ringan yang berlangsung selama satu atau dua minggu. Sangat tidak nyaman dialami oleh anak-anak sementara. Dalam kasus terburuk khususnya bagi orang-orang dengan kondisi kesehatan rentan, cacar dapat mengarah ke infeksi pernapasan, infeksi kulit dan radang otak," ujar Cathie, dilansir dari Independent.

Dia menjelaskan studi ini akan menyelidiki apakah versi baru dari vaksin itu harus dikembangkan. Ia akan  memantau bagaimana suhu peserta berubah, serta mengenali adanya tanda-tanda demam. "Melalui studi ini, kita akan mengetahui apakah versi baru dari vaksin itu lebih baik dari versi saat ini," katanya.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement