REPUBLIKA.CO.ID, Terapi hiperbarik belakangan sedang jadi buah bibir. Meledaknya ruang terapi hiperbarik di RS Mintohardjo menjadi penyebabnya.
Dokter umum sekaligus ahli hiperbarik RS Jogja International Hospital (JIH), dr. Darumas Dyah Krisnawati Kusuma Dewi mengatakan sebenarnya terapi ini relatif aman. "Pada dasarnya terapi ini sangat aman, karena sebelum masuk ke dalam ruangan atau chamber pasien harus melakukan skrining terlebih dahulu. Namun pasien yang memiliki kelainan dan infeksi paru tertentu mungkin merasa kurang nyaman berada di ruangan tersebut. Jadi, harus konsultasi dahulu sebelum terapi," tambah dia.
Sementara efek samping yang sering terjadi biasanya adalah rasa tidak nyaman pada telinga, hingga nyeri pada telinga. Biasanya hal ini dikarenakan pasien merasa kesulitan pada proses penyamaan tekanan (equalisasi).
Sebelum melakukan terapi, sang dokter juga menyarankan agar pasien dilarang membawa atribut lain seperti logam emas, telepon genggam dan barang yang mengandung magnet dan listrik lainnya. Selain itu, jenis pakaian yang digunakan pasien juga harus berbahan dasar katun.
Selain itu, petugas medis juga harus memastikan dan mengecek alat hiperbarik tersebut secara berkala sebelum digunakam oleh pasien. Hal ini berguna untuk menghindari serta meminimalisir ledakan dan masalah lainnya.
Dalam kesempatan yang berbeda Kepala Dinas Penerangan TNI AL (Kadispenal), Laksma M. Zainudin mengungkapkan pada awalnya pengobatan hiperbarik oksigen ini, di gunakan untuk mengatasi penyakit dekompresi atau Decompression Sickness. Dimana penyakit tersebut banyak dialami oleh penyelam dan pekerja tambang akibat penurunan tekanan secara mendadak.
"Tapi, hiperbarik saat ini juga sudah banyak digunakan oleh para penyelam TNI AL bahkan masyarakat awam," kata Zainudin.