Kamis 26 May 2016 07:50 WIB

Masih Banyak Masyarakat Belum Paham Penanganan Demam Berdarah

 Sejumlah pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) dirawat dengan menggunakan velbed di ruangan cempaka yang berada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Selasa (1/3).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Sejumlah pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) dirawat dengan menggunakan velbed di ruangan cempaka yang berada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Selasa (1/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) secara umum sudah diketahui masyarakat luas. Namun pada kenyataanya, pemahaman soal deteksi dan penanganan penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk Aedes Aegepthy ini masih belum dipahami benar oleh masyarakat.

Medical Advisor GSK Consumer Helathcare Indonesia, dr. Ferawati Lie mengatakan, berdasarkan hasil riset yang dilakukan pihaknya terhadap 1.000 responden mengungkapkan, 97 persen masyakarat tahu tentang demam berdarah.

"Tetapi mereka tidak mengetahui perawatan yang sesuai untuk anak-anak yang terkena DBD," ujar Ferawati Lie dalam acara "Train the Trainers "Bersama Melawan Demam Berdarah", Selasa (24/5) di Gedung PKK, Jakarta.

Dengan kurangnya pemahaman tersebut, diketahui satu dari tiga orang tua memberikan obat yang tidak tepat saat demam yang justru berpotensi meningkatkan risiko gangguan lambung dan terutama pendarahan.

"Data juga menyebutkan, di Indonesia DBD adalah salah satu penyakit penyebab rawat inap dan kematian yang tinggi terhadap anak," ujar Ferawati.

Seseorang yang menderita demam berdarah akan menunjukkan sejumlah gejala. Yakni panas tinggi 39 derajat dengan disertai sakit kepala berat, nyeri pada belakang mata, nyeri otot dan sendi, mual dan ruam-ruam.

Gejala tersebut biasanya berada pada dua hingga tujuh hari setelah masa inkubasi empat sampai 10 hari setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement