Selasa 31 May 2016 11:24 WIB

Jangan Sepelekan Insomnia

Rep: MGROL69/ Red: Andi Nur Aminah
Insomnia (ilustrasi)
Foto: Livestrong
Insomnia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Pernahkan merasakan susah tidur dalam jangka waktu yang cukup panjang? Sebagian dari kita akan berpikir bahwa hal tersebut adalah gejala dari insomnia. Tetapi apakah insomnia dapat dikatakan sebagai penyakit ringan dan tidak perlu untuk diobati?

   

Dilansir Livestrong yang membahas tentang insomnia, disebutkan bawah insomnia adalah suatu kondisi sangat lazim yang memiliki implikasi mendalam dan luas pada kesehatan fisika dan mental, produktivitas kerja. Selain itu itu berpengaruh pada hubungan interpersonal, membesarkan anak dan kualitas hidup secara keseluruhan.

Sementara perkiraan bervariasi bahwa setidaknya 10 persen dari penduduk AS (sekitar 20 juta orang dewasa) memiliki masalah saat tidur malam hari. Mereka baru akan merasakan kantuk berlebihan dan kelelahan, kurangnya konsentrasi dan keluhan sakit kepala atau sakit leher saat siang.

Tidak sedikit yang merasakan perubahan mood atau perasaan seperti emosi sebagai akibat dari kurang tidur ini. Meski dapat dikatakan dalam golongan penyakit yang biasa, tetapi Anda tak boleh menganggap remeh insomnia. Dampak dari insomnia dapat dirasakan secara luas.

Pada orang dewasa yang menderita insomnia akan diberikan obat penenang hipnotik sebagai penyembuhannya. Penurunan konsentrasi dan aktivitas fisik pada orang tua merupakan hal yang terkait dalam gejala insomnia dan akan menimbulkan dampak yang lebih besar seperti depresi berat, demensia, dan anhedonia. Ini merupakan penurunan perasaan senang yang dirasakan oleh penderitanya.

Sebuah kajian pada 2011 lalu menunjukkan bahwa insomnia pada wanita secara signifikan meningkatkan interaksi yang buruk kepada pasangan. Sedangkan pada pria, insomnia tidak berdampak pada konflik hubungan dengan pasangan.

Selain itu, insomnia dapat memengaruhi keparahan dari penyakit lain. Di antara pasien kanker, insomnia dapat melemahkan penderitanya. Kematian akibat penyakit jantung, serangan jantung atau stroke memiliki kemungkinan 45 kali terjadi pada  pasien yang menderita insomnia daripada pasien dengan penyakit yang sama tanpa insomnia.

Penyalahgunaan zat dan alkohol telah dikaitkan dengan peningkatan kejadian insomnia. Juga kurang tidur dapat benar-benar mempengaruhi individu untuk berbagai perilaku pengambilan risiko seperti penggunaan narkoba suntikan.

Pada pasien yang menderita HIV, insomnia dan kurang tidur telah dikaitkan dengan jumlah CD4 yang lebih rendah dan viral load yang lebih tinggi. Kurang tidur dapat memunculkan empat kali lipat risiko tertular virus flu biasa dan mengurangi respons dari sistem kekebalan tubuh untuk imunisasi umum, seperti yang diberikan untuk melindungi terhadap influenza, hepatitis dan campak, gondok dan rubella.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement