REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang umumnya menyerang jaringan paru oleh Mycobacterium tuberculosis complex. Penyakit ini dapat menyerang semua umur dengan kondisi klinis bervariasi dari tanpa gejala sama sekali hingga manifestasi berat.
Hingga saat ini ditemukan penurunan kasus TB rata-rata satu persen setiap tahun. Namun demikian penderita TB di dunia masih cukup tinggi, yaitu 17,1 juta orang. Maka itu, siapapun wajib mewaspadai penyakit tersebut.
Ada sekitar 8,8 juta kasus baru yang ditemukan setiap tahunnya dengan angka kematian sekitar 1,4 juta orang. Indonesia sendiri merupakan negara dengan kasus TB terbesar keempat di dunia. Tercatata sebanyak 430 ribu kasus baru dan 61 ribu kematian setiap tahunnya.
Peneliti Mikrobiologi UGM, Andani Eka Putera menuturkan, permasalahan dalam penanganan TB terletak pada karateristik bakteri yang sangat unik. "Di antaranya pertumbuhan bakteri yang lambat, strain yang sangat bervariasi, pengobatan yang membutuhkan kesabaran pasien karena diperlukan waktu yang lama, dan adanya strain yang telah mengalami resistensi," katanya, Kamis (21/7).
Ia menuturkan, analisis terhadap strain bakteri TB memperlihatkan adanya beberapa strain utama, yaitu East African Indian (EAI), Beijing, Harlem, Latin American and Mediteranean, dan Central Asian. Banyak menelitian menyebutkan strain Beijing dianggap lebih virulen dibanding non Beijing dan mempunyai kecenderungan resisten terhadap obat anti tuberkulosis.
Sementara di Indonesia, strain Beijing merupakan kelompok terbesar dibanding strain lain, yakni sekitar 20 sampai 33 persen. Andani mengatakan Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri intraseluler patogen yang berdiam di dalam makrofag dan merupakan komponen paling penting dalam sistem imun.
Bakteri tersebut menghasilkan dua kelompok protein yang sangat polimorfik yakni proline glutamic acid (PE) dan proline-proline glutamic (PPE). “Protein kelompok ini merupakan 10 persen dari total protein Mycobacterium tuberculosis. Protein ini sangat terkait dengan virulensi dan menjadi target pengembangan diagnosis dan terapi,” kata perempuan yang juga merupakan dosen Universitas Andalas Padang itu.
Melalui penelitiannya, Andani berhasil melakukan diferensiasi tentang genotyping Mycobacterium tuberculosis lokal. Sehingga dapat membedakan mana strain Beijing dan mana yang bukan.