REPUBLIKA.CO.ID, Partikel halus dari knalpot mobil, pembangkit listrik, dan asap industri yang terhirup ke paru-paru ternyata tetap memberi efek buruk pada plasenta ibu hamil. Plasenta adalah organ yang menghubungkan tubuh ibu dengan janinnya, terkait dengan suplai darah, oksigen dan gizi.
Penelitian terbaru dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health menunjukkan semakin besar ibu hamil terpapar polusi udara, semakin besar risiko mereka menderita kondisi yang disebut peradangan intrauterin. Ini meningkatkan risiko sejumlah masalah kesehatan pada anak, sejak tahapan janin hingga kanak-kanak.
Penelitian yang diterbitkan dalam Environmental Health Perspectives ini menyebutkan standar pencemaran udara di sejumlah negara saat ini membahayakan pertumbuhan janin yang sedang berkembang. Penulis penelitian, Xiaobin Wang mengatakan 20 tahun lalu pihaknya sudah meneliti bahwa tingkat polusi udara tinggi menyebabkan kelahiran prematur.
"Sekarang hasil kami menunjukkan bahwa sebagian kecil saja polusi udara memiliki efek biologis pada sel ibu hamil," katanya, dilansir dari Science Daily, Kamis (1/9).
Tim menganalisis data dari 5.059 pasangan ibu-anak di Boston Birth Cohort. Peneliti menilai adanya peradangan intrauterin dengan melihat lebih detail plasenta ibu hamil yang telah diawetkan secara mikroskopis.
Mereka menilai rata-rata plasenta di sana terpapar polusi udara partikulat hingga 2,5 PM. Boston padahal dikenal sebagai kota relatif bersih di Amerika Serikat. Namun, sebagian wanita yang menjadi obyek penelitian atau sekitar 31 persen (1.588 orang) terkena polusi udara di atas standar.
Trimester pertama merupakan masa-masa dengan risiko tertinggi ibu hamil terkena peradangan intrauterin. Peradangan ini adalah salah satu penyebab utama kelahiran prematur yang menimpa satu dari sembilan kelahiran di AS dan satu dari enam kelahiran di Afrika. Kelahiran prematur ini sering dihubungkan dengan autisme dan asma.