REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang tua zaman sekarang sering khawatir dengan kehidupan seksual anak-anak mereka. Anak-anak milenium yang ini lambat mencari pasangan, menikah, dan berkeluarga.
Studi dari San Diego State University melibatkan lebih dari 26.700 responden yang merupakan gabungan dari generasi milenium dan generasi pendahulunya. Peneliti menemukan 15-20 persen anak berusia 24 tahun yang lahir pada era 1990-an belum mempunyai pasangan serius sejak berusia 18 tahun dibandingkan generasi pendahulunya yang hanya enam persen.
Lalu, apa saja alasan yang mendukung pernyataan seperti judul di atas?
Kerja dan ketergantungan pada gadget
Hasil penelitian ini telah dipublikasikan di Journal Archieves of Sexual Beahaviour. Kelompok generasi dibedakan berdasarkan tahun kelahiran, yaitu greatest generation (1901-1924), silent generation (1925-1945), baby boomers (1946-1964), gen-x (1965-1984), dan milennial (1985-2004).
"Kencan online bisa saja membantu generasi milenium menemukan pasangan yang cocok untuk mereka. Namun, teknologi juga berpotensi memberi efek sebaliknya di mana anak-anak muda lebih banyak menghabiskan hubungan lewat interaksi ponsel ketimbang langsung," kata penulis studi, Jean M Twenge, dilansir dari Mens Fitness, Rabu (14/9).
Selain itu budaya workaholic juga membuat generasi milenium lebih asik bekerja. Lebih dari setengah hari mereka habiskan untuk bekerja setiap harinya. Jangankan untuk mencari jodoh, waktu berkumpul bersama teman-teman pun lebih banyak dilakukan di dunia maya ketimbang 'kopi darat' alias bertemu langsung.
Was-was dengan kesehatan seksual
Generasi milenium sangat berhati-hati pada faktor keamanan saat berhubungan seksual. Mereka selalu berusaha menghindari risiko hamil dan ini memengaruhi pilihan seksual mereka.
Situs pornografi mudah diakses
Peneliti meyakini bahwa kemudahan mengakses berbagai situs dan konten berbau pornografi berperan besar membuat generasi milenium mengabaikan kehidupan seksual dalam kehidupan nyata. Mereka akhirnya terbiasa melakukan masturbasi dan pada akhirnya berdampak buruk pada kesehatan fisik juga mental.
Hidup dengan orang tua
Saat ini masih banyak para lajang yang tinggal di rumah orang tuanya. Hal ini turut berkontribusi membuat mereka melupakan tugas untuk menemukan pasangan hidup. Mereka sudah terbiasa dilayani dan dimanja oleh ibu dan atau ayah mereka sehingga tak memerlukan kehadiran orang lain.