REPUBLIKA.CO.ID, JERMAN -- Penyakit yang diderita oleh Rachel Warwick termasuk penyakit yang misterius dalam kehidupan sehari-hari. Dia menderita alergi terhadap air.
Saat semua orang dengan santainya mandi atau snorkeling di laut tropis, maka bagi Warwick hal mengasyikkan tersebut termasuk mimpi buruknya. Setiap melakukan kontak dengan air (bahkan keringatnya sendiri), muncul ruam yang berlangsung selama beberapa jam.
Ia merasa sangat lelah dengan kondisinya itu. "Ini mengerikan tetapi jika aku menangis wajahku membengkak,” kata Warwick, dikutip BBC, Sabtu (17/9).
Hal tersebut tentu tidak menyenangkan bagi Warwick. Sebab manusia membutuhkan air sebagai kebutuhan dasar hidup.
Alergi air yang diderita Warwick dikenal sebagai aquagenic urticaria. Secara teknis, Warwick tidak benar-benar menderita alergi sama sekali.
Kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh reaksi kekebalan tubuh yang melawan sesuatu di dalam tubuhnya ketimbang reaksi berlebihan terhadap sesuatu yang asing. Seperti misalnya serbuk sari atau kacang.
Air berinteraksi dengan lapisan terluar dari kulit Warwick yang sebagian besar terdiri atas sel-sel kulitmati atau substansi minyak yang membuat kulit lembab. Kontak dengan air dapat menyebabkan komponen ini melepaskan senyawa beracun yang menyebabkan reaksi kekebalan.
Setiap orang lain yang mengetahui alergi Warwick, mereka akan bertanya bagaimana cara Warwick makan, minum, dan mencuci. Ia didiagnosis alergi terhadap air ketika usianya mencapai 12 tahun. Saat musim hujan dan musim dingin, Warwick tidak bisa meninggalkan rumah.
Untuk kegiatan sehari-hari, suami sekaligus pengasuh resmi Warwick membatasi wanita ini untuk mencuci. Warwick juga membatasi dirinya untuk mandi sepekan sekali.
Orang lain berpendapat air mungkin hanya melarutkan bahan kimia dalam lapisan kulit mati. Itu memungkinkan air untuk menembus lebih dalam.
Merawat kulit dengan pelarut kimia sebelum terpapar membuat reaksi buruk. Namun pendapat lain mengatakan, alergi tersebut dapat disebabkan oleh perubahana tekanan yang terkirim sebagai alarm pada kekebalan tubuh seperti air yang meninggalkan kulit dengan osmosis.
Sisi lain, seorang dokter kulit yang mendirikan Yayasana Pusat Alergi se-Eropa (ECARF) di Jerman, Marcus Maurer mengatakan alergi tersebut adalah penyakit yang menghancurkan sekaligus mengubah hidup penderita. “Saya memiliki pasien yang mengidap urticaria selama 40 tahun dan masih mengalami bercak dan pembengkakan setiap hari,” ujar Maurer.
Dia menambahkan penderita mungkin tertekan atau cemas, selalu khawatir kapan alergi tersebut muncul lagi. "Dalam kualitas gangguan kehidupan ini merupakan salah satu penyakit kulit terburuk yang dimilikinya,” katanya lagi.