REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus gangguan jiwa berat tidak terjadi begitu saja melainkan bermula dari masalah kesehatan jiwa yang tidak mendapatkan penanganan dalam waktu lama. Salah satu faktor penyebab keterlambatan ini ialah ketidaktahuan masyarakat dalam menghadapi anggota keluarga atau orang di sekitarnya yang mengalami masalah gangguan jiwa.
Pada dasarnya ada tiga faktor yang bisa menjadi 'kunci' bagi masyarakat untuk melihat apakah orang-orang di dekatnya ada yang memiliki masalah kesehatan jiwa. Ketua PP Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP-PDSKJI) dr Eka Viora SpKJ mengungkapkan bahwa ketiga kunci tersebut ialah perasaan, perilaku dan pikiran (3P).
"(Gangguan jiwa) Dapat dilihat ketika terjadi gangguan pada tiga hal ini, perasaan, perilaku dan pikiran," jelas Eka saat ditemui dalam Pekan Proyeksi Jiwa 2 di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Semanggi.
Lebih lanjut, Eka mengatakan gangguan dalam konteks gangguan jiwa ialah gangguan yang sampai menyebabkan masalah dalam fungsi sosial sehari-hari dari orang yang bersangkutan. Beberapa masalah dalam fungsi sosial sehari-hari yang mungkin timbul akibat gangguan pada perasaan, perilaku dan pikiran ini ialah masalah berinteraksi dan beradaptasi.
Jika seseorang mengalami gangguan pada perasaan, perilaku dan pikiran namun tidak sampai mendapatkan masalah dalam menjalani fungsi sosialnya sehari-hari, maka hal tersebut masih dikategorikan normal dan bisa dialami siapa saja. Sebagai contoh, karyawan yang sedang bekerja dalam tekanan tenggat waktu akan merasakan gangguan berupa stres akan tetapi stres tersebut tidak sampai mengganggu fungsi sosial sehari-hari dari karyawan yang bersangkutan.
Di samping itu, Eka juga mengatakan gejala awal gangguan jiwa biasanya tidak langsung terlihat pada mental melainkan muncul sebagai gangguan psikosomatik. Gangguan psikomatik, lanjut Eka, merupakan keluhan fisik yang sebenarnya dilatarbelakangi oleh masalah psikis bukan fisik. Beberapa contoh gangguan psikomatik yang umum ditemukan ialah jantung berdebar, sakit kepala, hingga sakit maag.
"Gejala awal biasanya tidak ke mental, lebih kepada psikomatik. Ini yang biasanya diabaikan dan dianggap bukan masalah," kata Eka.
Jika masyarakat menemukan orang di dekatnya mulai menunjukkan gejala-gejala masalah kejiwaan ini, Eka menyarankan agar masyarakat yang sudah terlatih dapat memberikan psychological first aid atau pertolongan pertama dalam masalah kesehatan jiwa. Pertolongan pertama ini bertujuan agar orang yang menunjukkan gejala masalah kejiwaan dapat segera mengatasi situasi trauma atau krisis dengan baik sehingga tidak berkembang menjadi gangguan jiwa berat seperti PTSD ataupun depresi.