Kamis 10 Nov 2016 02:11 WIB

Obrolan Kesehatan Reproduksi kepada Anak Jangan Dianggap Tabu

Rep: Christiyaningsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Tahu dari bahan kedelai memiliki banyak manfaat bagi kesehatan reproduksi wanita.
Foto: pixabay
Tahu dari bahan kedelai memiliki banyak manfaat bagi kesehatan reproduksi wanita.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pendidikan kesehatan reproduksi sudah bukan saatnya lagi dipandang sebagai hal yang tabu. Menurut Ketua Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Sosial Kota Malang, dr. Mulyohadi Sungkono, Sp OG (K), kesehatan reproduksi remaja berkaitan erat dengan angka kematian ibu dan bayi.

Wanita yang saat muda tidak bisa menjaga kesehatan lebih berpotensi melahirkan bayi tidak sehat saat hamil. "Seks bebas, narkoba, dan pola hidup tidak sehat akan membawa dampak jangka panjang pada kesehatan reproduksi," katanya saat ditemui di sela Seminar Kesehatan Reproduksi Remaja di RS Hermina Tangkuban Perahu Malang, Rabu (9/11).

Banyaknya kasus kematian bayi akibat aspeksi (sesak nafas) atau berat badan lahir rendah (BBLR) juga berkorelasi dengan kesehatan reproduksi. Menurutnya pendidikan reproduksi yang baik harus berbasis keluarga.

Oleh karenanya anak-anak perlu dikenalkan pada kesehatan reproduksi sejak dini. Salah satunya lewat pendidikan dari guru di sekolah. Cara lain yang dapat ditempuh adalah melalui pendampingan  para mahasiswa program studi kesehatan kepada masyarakat agar reproduksi tak lagi dianggap tabu.

"Kita punya banyak mahasiswa prodi kesehatan, akan sangat baik jika mereka diberi tugas memberdayakan masyarakat lewat pendampingan," kata dokter yang pernah menjadi konsultan kesehatan di NTT ini.

Langkah-langkah itu bisa menjadi alternatif di tengah paradigma orang tua yang mayoritas masih ragu menyampaikan perihal reproduksi kepada anak-anaknya.

Wakil Wali Kota Malang Sutiaji mengungkapkan hal senada. "Katakanlah soal datang bulan, kondom, cara bersuci laki-laki dan perempuan, itu semua masih dipandang porno kalau diungkapkan tapi secara medis itu penting," kata Sutiaji.

Dalam pandangannya, para guru khususnya guru agama bisa menjadi corong untuk menyampaikan soal reproduksi dengan pendekatan agama. Guru bisa menjelaskan dampak negatif dari seks bebas dan apa anjuran agama kaitannya dengan reproduksi. "Sekarang akses internet sangat mudah, jangan sampai anak-anak dan remaja mendapat info dari sumber yang salah," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement