REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) pada 2012, diperkirakan terdapat 14 juta kasus kanker baru yang muncul dan 8,2 juta kematian karena kanker di seluruh dunia. Data Riset Kesehatan Indonesia (Riskesdas) 2013 mencatat prevalensi kanker di Indonesia sebesar 1,4 per seribu orang, atau sekitar 330 ribu orang.
Kanker payudara adalah kanker pembunuh utama pada perempuan Indonesia dengan insiden sebesar 40 per 100 ribu perempuan (Globocan 2012). Melihat begitu tingginya angka penderita kanker payudara, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan, Lily S Sulistyowati, mengatakan pentingnya deteksi dini kanker payudara untuk menekan angkanya.
Ia mengungkapkan kegiatan deteksi dini kanker payudara dengan pemeriksaan mamografi merupakan salah satu upaya promotif dan preventif yang tengah digalakkan Kementerian Kesehatan sebagai upaya menurunkan insiden kanker payudara. Program promotif dilakukan dengan terus melanjutkan sosialisasi Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari) dan mengajak perempuan pergi ke Puskesmas untuk Pemeriksaan Payudara Klinis (Sadanis). Sadanis adalah pemeriksaan payudara oleh petugas kesehatan yang diintegrasikan dengan pemeriksaan IVA untuk deteksi dini kanker serviks.
“Kementerian Kesehatan sudah melakukan pelatihan Sadanis pada sekitar 7.000 bidan dan dokter di 3,000 Puskesmas yang tersebar di 300 Kabupaten atau kota di Indonesia,” jelas Lily dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (22/11).
Program deteksi dini ini sudah dilakukan sejak 2007. Sampai pertengahan 2016 sudah 1,5 juta perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang diperiksa. Dari jumlah itu, ditemukan kelainan benjolan payudara sebesar 0,2 persen atau 3.541 kasus. Angka 1,5 juta masih sangat jauh dari target yaitu seluruh perempuan usia 30 sampai 50 tahun di Indonesia yang jumlahnya diperkirakan mencapai 37,5 juta.