Rabu 14 Dec 2016 13:28 WIB

Anak Demam Bisa Jadi karena Kelaminnya Bermasalah

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Anak sakit demam / ilustrasi
Foto: republika/ yogi ardhi
Anak sakit demam / ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika anak demam, banyak orang tua yang langsung ke dokter. Anak biasanya didiagnosa batuk pilek, bahkan ada yang langsung diberi resep obat atibiotik. Padahal demam bisa jadi salah satu ciri kelamin anak laki-laki yang bermasalah.

“Sayang dokter jarang memeriksa kelamin anak laki-laki. Ketika panas yang diperiksa hanya tenggorokannya saja, jarang memeriksa kelaminnya,” ujar pemilik Rumah Sunatan, dr Mahdian Nur Nasution, SpBS kepada wartawan dalam acara Media Gathering Indikasi Medis Sirkumsisi, di Jakarta, Selasa (13/12).

Padahal fakta menyebutkan dari suatu literatur ada 20 sampai 40 persen angka kejadian fimosis pada bayi usia di bawah enam bulan. Ibaratnya dari 10 anak, dua sampai empat diantaranya menderita fimosis. “Indikasi media banyak. Fimosis harus disunat walaupun bayi. Ini penyakit keturunan. Dari bapak atau ibunya. Orang tua enggak banyak tahu. Dokter juga jarang ngecek kelaminnya. Anak hanya dikira batuk pilek, padahal sebenarnya fimosis juga sering sebabkan demam,” tambahnya.

Fimosis ialah keadaan di mana terjadi konstriksi atau penyempitan dari ujung kulit depan (foreskin) penis. Fimosis bisa ditemukan karena faktor genetikal (bawaan sejak lahir) atau juga bisa akibat peradangan lubang pada kulit penis.

Pada tahun 2007, World Health Organization (WHO) memperkirakan ada sepertiga laki-laki berusia lebih dari atau sama dengan 15 tahun di seluruh dunia yang disirkumsisi. Dari angka ini, 70 persen di antaranya dilakukan atas latar belakang agama, sisanya dilatarbelakangi oleh alasan kesehatan dan adanya indikasi medis yang menyebabkan pasien dianjurkan untuk segera dilakukan sirkumsisi.

Sunat sebenarnya sudah dilakukan sejak dulu. Kulit penis merupakan sumber penyakit, banyak penyakit yang muncul kalau alat kelamin masih tertutup. Awal penyakit terjadi pada kulit yang terinfeksi, lama kelamaan bisa menjalar tempat lain. “Sayangnya kalau anak atau pasien demam hanya dikasih antibiotik. Sebulan hilang namun risiko infeksi terus menerus. Merugikan uang dikeluarkan banyak. Anak juga muntah, tidak selera makan, badan kurus. Karena itu penyakit ini jadi indikasi medis harus segera disunat. Harus sunat walaupun masih enam bulan,” ujarnya.

Di Indonesia, orang tua biasanya tidak tega kalau anak harus disunat dari bayi. Padahal di negara lain anak sejak bayi sudah disunat, bahkan di Australia kurang dari satu bulan, begitu juga di Arab Saudi. “Bahkan cucu Rasul, Hasan Husen sunat umur satu mingguan. Kalau bicara medis enggak boleh enggak tega. Harus sunat daripada anaknya infeksi terus menerus,” sarannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement