Kamis 15 Dec 2016 15:53 WIB

Klamp Jadi Metode Sunat Paling Dianjurkan untuk Bayi

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Seorang anak menutup matanya saat hendak disunat.
Foto: Republika/Darmawan
Seorang anak menutup matanya saat hendak disunat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilik Rumah Sunatan, dr Mahdian Nur Nasution, SpBS mengatakan sebaiknya anak laki-laki sudah disunat sejak bayi. Selain faktor psikis dan kesehatan juga ada beberapa faktor lainnya yang menjadi pertimbangan.

Ia menyarankan bayi disunat sejak sebelum berusia enam bulan. Lalu metode sunat seperti apa sebaiknya yang digunakan untuk untuk menyunat bayi dibawah enam bulan?

Menurutnya, metode sunat sebenarnya tidak mengenal usia. Metode sunat ada beberapa macam. Ada yang tradisional, konvensional, juga modern. Untuk yang tradisional biasanya menggunakan silet, bambu, atau tulang. Ada pula yang menggunakan batu dan golok.

Sedangkan metode konvensional menggunakan gunting dan dijahit. Metode sunat ini memerlukan waktu untuk penyembuhan yang agak lama. Dan perawatannya sulit. "Sehingga sunat harus menunggu liburan. Karena masih pakai metode konvensional. Ada jahitan enggak boleh mandi, pakai celana. Harus di rumah enggak boleh pergi-pergi," jelasnya.

Selain itu, ada juga metode yang modern. Dengan metode ini anak sudah bisa mandi, naik sepeda bahkan berenang. Pengerjaannya cepat hanya lima menit. Sedangkan yang konvensional membutuhkan waktu sekitar 15 sampai 20 menit.

Teknik sunat modern dikenal dengan klamp. Teknik ini sudah maju dibanding yang konvensional dan direkomendasikan di dunia. Sebabnya adalah prosedur yang simpel, cepat dan tidak terjadi infeksi silang.

Sementara teknik konvensional tidak ada jaminan steril, harus dijahit dan bisa jadi infeksi silang. "Kalau klamp pada bayi lebih aman. Yang tahan ompol dan basah adalah metode klamp, yang lain tidak boleh kena basah," tambahnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement