Kamis 12 Jan 2017 14:31 WIB

Kuasai Banyak Bahasa Ternyata Baik Bagi Kesehatan

Rep: Adysha Citra R/ Red: Indira Rezkisari
Wanita sedang berbicara.
Foto: Flickr
Wanita sedang berbicara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menguasai dua bahasa atau lebih ternyata tidak hanya menjadi nilai tambah dalam bekerja dan bersosialisasi. Memahami dua bahasa atau lebih juga diketahui dapat menjaga kemampuan otak tetap baik saat menua.

Hal ini diketahui melalui sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dr Ana Inés Ansaldo dari University of Montreal dan tim. Tim peneliti menemukan bahwa hidup bertahun-tahun dengan bilingualisme mengubah cara otak dalam melakukan tugas-tugas yang membutuhkan konsentrasi terhadap sebuah informasi tanpa 'tercampur' dengan informasi lain.

Perubahan ini membuat otak mengolah sumber-sumber informasinya dengan lebih efektif dan cepat.

"Setelah bertahun-tahun berlatih setiap hari untuk mengelola gangguan antara dua bahasa, orang-orang bilingual menjadi ahli dalam memilih informasi yang relevan dan mengabaikan informasi yang bisa mengganggu jalannya sebuah tugas," kata Ansaldo seperti dilansir Indian Express.

Sebelum mencapai kesimpulan tersebut, tim peneliti melakukan perbandingan kerja otak pada orang-orang berusia tua. Tim peneliti membagi orang-orang berusia tua ini ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama berisi orang-orang tua yang berbicara dengan satu bahasa (monolingual). Sedangkan kelompok kedua terdiri atas orang-orang tua yang berkomunikasi dengan dua bahasa (bilingual).

(baca juga: Kekurangan Vitamin D Sebabkan Sakit Kepala Kronis)

Tim peneliti kemudian meminta kedua kelompok untuk melakukan sebuah tugas yang membutuhkan fokus terhadap informasi visual namun tidak membutuhkan informasi spasial. Sehingga para orang tua ini diharapkan dapat berfokus pada informasi visual dan mengabaikan informasi spasial.

Setelahnya, tim peneliti melakukan perbandingan jaringan di beberapa area otak yang berbeda pada kelompok monolingual dan bilingual. Hasilnya, tim peneliti menemukan bahwa kelompok monolongual mengerahkan sirkuit otak yang lebih lebar dengan beberapa sambungan. Sedangnkan kelompok bilingual mengerahkan sirkuit lebih kecil yang lebih sesuai dalam mengolah informasi yang dibutuhkan.

"Data-data ini menunjukkan bahwa otak bilingual lebih efisien dan praktis, karena otak bilingual mengerahkan lebih sedikit area dan hanya area-area yang dikhususkan saja," jelas Ansaldo dalam Journal of Neurolinguistics.

Hasil peneltiian ini dapat menjelaskan mengapa otak orang-orang bilingual lebih siap dalam mencegah tanda-tanda penuaan kognitif atau demensia.

"Sekarang kita perlu meneliti bagaimana fungsi ini diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya, ketika berkonsentrasi pada satu sumber informasi dibanding yang lainnya, merupakan sesuatu yang harus kita lakukan setiap hari," terang Ansaldo.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement