REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Di kebanyakan negara, paparan kulit oleh produk logam diketahui telah menjadi penyebab tersering dermatitis kontak alergi. Pada populasi umum, nikel dapat menjadi salah satu faktor risiko penyakit-penyakit kulit seperti Dermatitis Numularis (DN) atau yang biasa dikenal sebagai penyakit eksim.
"Penderita DN yang sulit berespon terhadap terapi yang diberikan, dicurigai memiliki faktor hipersensitivitas terutama terhadap nikel," kata Spesialis Kulit dan Kelamin Niken Indrastuti saat mengikuti ujian terbuka program doktor, di Fakultas Kedokteran UGM, kemarin.
Dalam disertasinya yang berjudul 'Peran Alergi Kontak Nikel dan Beberapa Faktor Risiko pada Dermatitis Numularis', Niken mengatakan deteksi faktor risiko yang beragam terhadap terjadinya dermatitis numularis, sangat penting untuk menurunkan morbiditas.
Ia mengungkapkan masuknya nikel pada tubuh biasanya melalui kontak langsung dengan kulit akibat penggunaan produk atau melalui rongga mulut sebagai asupan diet seseorang. Meski demikian, ia mengakui bahwa paparan terhadap nikel dalam kehidupan sehari-hari memang menjadi sesuatu yang sulit untuk dihindarkan.
Durasi paparan nikel secara langsung pada kulit yang berlangsung lama inilah yang menentukan terjadinya alergi kontak. Dalam penelitian yang ia lakukan, terbukti alergi terhadap nikel berperan sebagai faktor risiko timbulnya dermatitis numularis yang ditunjukkan dengan hasil uji tempel, indeks stimulasi limfosit dan kadar sitokin IFN-γ.
Selain paparan terhadap nikel, ia juga menyebutkan stres psikologis sebagai faktor risiko timbulnya DN, yakni pada skor kecemasan (BAI) pada DN yang lebih tinggi dibandingkan dnegan skor kecemasan pada non-DN. Karena itu, ia menyarankan agar pemeriksaan klinis bagi penderita dermatitis numularis dilengkapi dengan pemeriksaan alergi terhadap nikel dan telaah psikologis, khususnya aspek kecemasan.
Dosen Fakultas Kedokteran UGM Prof. Hardyanto Soebono yang dalam kesempatan ini bertindak sebagai promotor menyebutkan bahwa penelitian mendalam mengenai alergi seperti yang dilakukan oleh dr. Niken merupakan sesuatu yang sangat diperlukan. Penelitian ini, menurutnya, bisa membuka wawasan akan berbagai faktor risiko alergi yang selama ini kurang diperhatikan, seperti paparan nikel dari lingkungan, baik melalui asap knalpot, air sumur, dan yang lainnya.
"Saat ini orang masih beranggapan bahwa alergi pasti penyebabnya dari makanan, maka kalau ke dokter mereka selalu bertanya pantang makan apa. Padahal faktornya bisa banyak sekali. Karena itu penelitian seperti ini sangat penting," katanya.