REPUBLIKA.CO.ID, Dalam beberapa tahun terakhir ada pergeseran nilai yang dianggap masyarakat paling penting dalam hidup, sukses tidak hanya dinilai dari kekayaan, tetapi kebahagiaan. Namun, profesor psikologi Denmark mengatakan, obsesi orang-orang pada kebahagiaan bisa memiliki efek samping yang buruk.
Svend Brinkmann dari Aalborg University mengatakan, memaksa diri sendiri untuk bahagia sepanjang waktu bisa membuat emosi kita kerdil. Terlebih lagi, kebahagiaan bukanlah respons yang tepat untuk semua situasi dalam hidup.
"Saya percaya pemikiran dan emosi kita harus berkaca pada dunia. Ketika sesuatu yang buruk terjadi, kita harusnya boleh berpikir dan merasakan hal negatif karena itulah cara kita mengerti dunia," katanya seperti dilansir Independent.
Brinkmann percaya upaya bahagia sepanjang waktu membuat seseorang tidak bisa menghadapi situasi yang buruk.
"Hidup memang indah dari waktu ke waktu, tapi juga tragis. Orang meninggal dalam hidup kita, kita kehilangan mereka, jika kita hanya terbiasa memiliki pikiran positif, kenyataan buruk bisa berdampak lebih besar pada diri kita saat itu terjadi," katanya.
Dia juga takut masyarakat berubah di mana orang merasa tidak dapat mendiskusikan kekhawatiran dan masalah mereka dengan teman-teman karena mereka pikir mereka harus berpura-pura semuanya baik-baik saja sepanjang waktu.
"Kita semua ditekan untuk menjadi bahagia," katanya.
Padahal, lanjut dia, tanpa ada hal-hal buruk dalam hidup, Anda tidak akan pernah menghargai hal yang baik. Anda tentu boleh saja merasa sedih, marah, bersalah, malu, dan tentu bahagia.