REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan earphone atau headset semakin meningkat di masyarakat. Meningkatnya popularitas earphone berdampak dari kemudahan teknologi, padahal penggunaan earphone memiliki dampak bagi kesehatan telinga.
Direktur Jenderal P2P, dr H. Mohammad Subuh, MPPM menjelaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2015 memperkirakan miliaran anak muda di dunia berisiko menderita gangguan pendengaran akibat perilaku mendengarkan sesuatu secara tidak aman. Lebih dari 43 juta orang dengan rentang usia 12 sampai 35 tahun di negara berpenghasilan menengah hingga tinggi, hidup dengan gangguan pendengaran.
Hal ini terjadi akibat terpapar tingkat suara tidak aman akibat penggunaan perangkat audio personal (sekitar 50 persen). Terpapar pada tingkat suara yang berpotensi merusak, seperti hingar-bingar di klub-malam, diskotik, atau bar (sekitar 40 persen).
Data WHO menunjukkan bahwa risiko munculnya gangguan pendengaran semakin meningkat seiring dengan meningkatnya paparan suara bising di tempat rekreasi, seperti klub-malam, diskotik, pub, bar, bioskop, konser musik, acara olahraga atau kelas fitness. Keadaan ini diperburuk dengan perkembangan teknologi, seperti alat audio yang digunakan dengan volume berlebihan saat mendengarkan musik dalam durasi lama.
Hasil analisis National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) pada 1994 hingga 2006 menunjukkan bahwa prevalensi gangguan pendengaran di kalangan remaja usia 12 sampai 19 tahun di Amerika Serikat meningkat secara signifikan, dari 3,5 persen menjadi 5,3 persen.
Pada tahun 1988, tercatat 15 persen remaja di Amerika Serikat mengalami masalah pada pendengarannya. Jumlah tersebut melonjak menjadi 19,5 persen pada tahun 2006. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah seiring meningkatnya jumlah masyarakat yang mendengarkan musik melalui perangkat headphone atau earphone. Peningkatan pengunaan headphone atau earphone terjadi sebesar 75 persen dari 1990 hingga 2005 di Amerika Serikat.
Komisi Eropa pada 2008 melaporkan bahwa populasi penggunaan perangkat audio personal semakin meningkat. Hal ini berkaitan erat dengan meningkatnya penjualan telepon pintar. Sebanyak 470 juta perangkat berhasil dijual di seluruh dunia pada tahun 2011. Jumlah ini merupakan indikator kuat bahwa terjadi peningkatan risiko gangguan pendengaran.
Di Indonesia jumlah pengguna aktif telepon pintar semakin meningkat. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif telepon pintar di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia adalah negara dengan pengguna aktif telepon pintar ke-empat terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika. Tingginya angka pengguna telepon pintar di Indonesia perlu mendapat perhatian, karena erat kaitannya dengan risiko gangguan pendengaran.
“Perilaku mendengarkan tidak aman, seperti mendengar musik melalui earphone dengan volume berlebih dalam durasi panjang, dapat menyebabkan gangguan pendengaran akibat bising (GPAB),” jelasnya.