REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pekerjaan yang membutuhkan kreativitas berpikir yang tinggi rawan gangguan kejiwaan bipolar. Mereka dengan profesi tertentu pun perlu memperhatikan kesehatan jiwanya.
"Harus kita waspadai karena profesi-profesi tertentu yang malah hidup bersama dengan bipolar,terutama ketika fase manik," kata Ketua Perhimpunan Kedokteran Jiwa Indonesia cabang Jakarta (PDSKJI Jaya) Nova Riyanti Yusuf di seminar media 'Gangguan Bipolar vs Gaya Hidup Modern', di Jakarta, Kamis (30/3).
Ia menyebutkan profesi-profesi bidang kreatif seperti melukis, penulis, hingga pekerjaan yang membutuhkan intensitas kreativitas berpikir yang tinggi yang bisa terkena gangguan ini. Ia memberi contoh orang dengan bipolar seorang pelukis dalam fase manik saat melukis merasa mendapat energi besar, inspirasi karena memiliki banyak ide, akhirnya tidak butuh tidur.
Si penderita, kata dia, merasa produktivitasnya keluar dan merasa berhasil. Ia menjelaskan, terkadang orang itu menerima bipolar untuk menyelesaikan pekerjaannya. Ia menceritakan pernah menangani pasien bipolar yang justru marah ketika diobati.
"Dia (pasien) mengatakan butuh bisikan itu untuk menyelesaikan pekerjaannya," ujarnya.
Namun, kata dia, profesi apapun rentan mengalami bipolar.
Sementara itu, Kepala Departemen Psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) A A A Agung Kusumawardhani mengakui memang yang memiliki risiko menderita bipolar adalah yang berprofesi membutuhkan kreativitas. "Namun, ada contoh kasus orang dengan bipolar yang bekerja di pengeboran minyak dan gas di lepas pantai (off shore) kan gajinya banyak. Tetapi uangnya habis tidak sampai dua pekan kemudian karena menghabiskannya dalam kondisi bipolar manik," katanya.
Akibat dalam kondisi ini, kata dia, penderita tidak rasional dalam membelanjakan uang. Ia menambahkan, penyakit gangguan bipolar merupakan penyakit yang bersifat kronik, serius, dan sering berpotensi fatal. Namun, kata dia, dengan adanya diagnosis yng tepat serta terapi berkelanjutan, bipolar dapat dikendalikan.
Orang dengan bipolar Budi Putra yang berprofesi sebagai advisor perusahaan teknologi informasi membenarkannya. Ia mengaku tagihan kartu kreditnya sempat hingga jutaan rupiah karena ia membelanjakannya tanpa kontrol.