Jumat 31 Mar 2017 10:07 WIB

Gaya Hidup Modern Picu Munculnya Gangguan Bipolar

Rep: Rr Laeny Sulistywati/ Red: Indira Rezkisari
Bipolar merupakan salah satu jenis gangguan kesehatan jiwa.
Foto: ist
Bipolar merupakan salah satu jenis gangguan kesehatan jiwa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gaya hidup modern sudah lama memicu beragam penyakit. Jantung, kanker, adalah salah satu penyakit yang erat dengan gaya hidup modern. Kepala Departemen Psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangukusumo (RSCM) A A A Agung Kusumawardhani mengatakan, gaya hidup modern juga memicu munculnya gangguan kejiwaan bipolar.

Ia menyebutkan, penderita bipolar umumnya sudah dalam kondisi dengan peluang mengidap bipolar.

"Tetapi gaya hidup yang modern memicu bipolar secara klinis muncul," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Kedokteran Jiwa Indonesia cabang Jakarta (PDSKJI Jaya) Nova Riyanti Yusuf, mengatakan ada faktor risiko yang menyebabkan gangguan jiwa menjadi lebih rentan di perkotaan.  Misalnya, hidup di kota yang tidak ramah manusia, keadaan kota yang macet, kemiskinan, kesenjangan sosial, kompetisi tidak sehat, budaya instan, hingga overcrowding population.

Faktor tersebut memang bukan secara langsung menjadi trauma berat tetapi bisa menyebabkan luka emosi dalam jumlah kecil yang berakumulasi seiring berjalannya waktu. Bahkan, masalah pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017 juga diakuinya termasuk meningkatkan level stres dalam keseharian hidup warga Jakarta dalam beberapa bulan terakhir.

Sementara itu kepala bidang Rehabilitasi Medis Badan Narkotika Nasional (BNN) Iman Firmansyah mengakui, gaya hidup modern bisa menjadi pencetus bipolar. Namun, ia menekankan bahwa gaya hidup ada yang positif, namun ada juga yang negatif.

Dari gaya hidup yang modern, kata dia, narkotika bisa menjadi faktor risiko mencetuskan bipolar. Karena, ia menjelaskan saat fase depresi, penderitanya butuh penenang dan narkoba disebut memiliki efek penenang.

Kepala Bidang Hukum dan Etika PDKJI Jaya Iman Firmansyah mengatakan, untuk mengatasi bipolar dapat dilakukan dengan dukungan keluarga. Keluarga pun wajib mengetahui hal-hal terkait gangguan bipolar.

"Selain itu selalu memberikan dukungan demi kesembuhan penderita terutama berfungsi sebagai pengasuh atau minimal mengingatkan saat minum obat," ujarnya. Dia juga menekankan pendekatan secara agama dan spiritual juga membuat pola hidup yang lebih sehat.

Baca juga: Titi Radjo Bintang Ubah Gaya Hidup Demi Keluarga

Agung Kusumawardhani mengatakan, pada prinsipnya hidup bersama penderita bipolar adalah compassion, advocacy, recognition, education (CARE). Compassion yaitu menerima mereka apa adanya, advocacy yaitu bantuan dalam dukungan aktivitas untuk mengurangi tigma, recognition yaitu dengan tujuan pembelajaran kepada masyarakat bahwa penderita ganguan bipolar dapat berfungsi normal dan education yaitu memberikan informasi yang benar tentang gangguan bipolar sehingga mempercepat deteksi dini atau deteksi kekambuhan.

Tujuannya agar ramalan tentang peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang berhubungan dengan penyakitnya atau prognosis baik. "Karena itu, pentingnya dukungan keluarga bagi penderita gangguan bipolar. Yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan dorongan agar tetap berobat secara teratur dan disiplin," ujarnya.

Orang dengan bipolar, Budi Putra (44), membenarkannya. Menurutnya, penderita gangguan bipolar hanya ingin didengar. Baik itu pada saat mood sangat meningkat (manik) atau mood sangat menurun (depresi)

"Kami hanya ingin didengar, jangan menasehati," ujarnya. Ia menyebutkan, ketika dalam periode depresi, dia memilih menyendiri ke atas. Anak dan istrinya pun telah mengetahui kebiasaan itu dan tidak mengganggunya.

Mereka justru mengantarkan minum dan tidak menasehatinya dengan 'kata-kata mutiara'. Pun demikian rekan-rekan kerjanya yang memaklumi tidak menanggapi jika ia memiliki ide termasuk tak masuk akal. Mereka hanya mendengarkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement