REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terjadinya alergi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan. Hal itu diungkapkan oleh Konsultan Alergi dan Imunologi Anak, Prof. DR. Budi setiabudiawan, dr., SpA(k), M. Kes.
Untuk faktor genetik, sebenarnya harus periksa gen atau kromosomnya, ada atau tidak bakat alergi. “Tapi itu tidak mugkin. Untuk tentukan faktor genetik cukup tanyakan adanya faktor alergi pada keluarga, ibu, bapak dan saudara kandung,” jelasnya.
Ia menjelaskan jika kedua orangtua memiliki riwayat alergi, anak akan berisiko 40 sampai 60 persen kemungkinan alergi di kemudian hari. Bahkan bila kedua orangtua memiliki manifestasi yang sama maka anak juga berpotensi sebanyak 60 sampai 80 persen.
Jika salah satu orangtua yang memiliki riwayat alergi, maka anak berisiko sebesar 20 sampai 30 persen akan mengalami alergi juga. Begitu juga dengan saudara kandung anak, bila mereka alami alergi, maka kemungkinan anak juga akan mengalami alergi sebanyak 25 sampai 30 persen.
“Tanyakan riwayat alergi ibu, bapak, saudara kandung. Tidak nenek, kakek, uwa, bibi dan keluarga lainnya. Tapi jika tidak ada riwayat alergi dalam keluarga pun, anak berisiko alergi 5 sampai 15 persen,” paparnya.
Bukan hanya genetik yang menjadi faktor risiko alergi, tapi juga lingkungan seperti asap rokok dan polusi udara. Bahkan yang mengejutkan, kelahiran anak dengan cara sesar pun bisa meningkatkan risiko alergi pada anak. Menurutnya kelahiran Caesar menyebabkan penundaan perkembangan bakteri baik dalam usus. Sehingga terjadi perubahan perkembangan sistem daya tahan tubuh si kecil. Bahkan meningkatkan risiko penyakit alergi pada si kecil.
“Anak lahir sesar alergi kejadiannya lebih tinggi dibanding normal. Normal lewat jalur jalan lahir banyak kuman normal. Sehingga anak bisa tidak alergi. Jadi jangan berlomba-lomba sesar, kemungkinan alergi lebih tinggi,” ujarnya.