Senin 10 Apr 2017 14:24 WIB

Tak Perlu Takut, Epilepsi Bukan Penyakit Menular

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Winda Destiana Putri
ilustrasi epilepsi
ilustrasi epilepsi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rangka memperingati Hari Epilepsi Dunia, Siloam Hospitals Lippo Village (SHLV) menggelar seminar awam memperingati Hari Epilepsi dengan tema 'Kupas Tuntas Mitos dan Pengobatan Epilepsi'. Ahli Spesialis Saraf dari SHLV Vivien Puspitasari mengatakan, di seluruh dunia terdapat 4-10 penduduk penyandang epilepsi per 10.000 penduduk pertahun.

"Sedangkan di Indonesia dari sekitar 250 juta penduduk, terdapat 1,5 juta jiwa hingga 2,4 juta jiwa penyandang epilepsi yang memerlukan pengobatan," katanya dalam keterangan resmi kepada Republika.co.id, Senin (10/4). Proses penanganan pasien, ujar dia, tidak cukup hanya menangani pasien saja.

Namun yang paling penting yaitu orang terdekat yang tinggal serumah dengan pasien, seperti orangtua, anak, keluarga terdekat memahami penyakit epilepsi. "Ini penting karena mereka yang selalu bersama penyandang epilepsi setiap hari. Keluarga tidak usah panik setiap kali ada serangan terhadap pasien epilepsi," kata Vivien.

Ia menjelaskan, serangan epilepsi dapat berbeda-beda pada setiap kasus karena tergantung pada fungsi otak mana yang terganggu. "Selain berupa kejang-kejang serangan epilepsi dapat pula berupa hilang kesadaraan sesaat seperti ‘bengong’, tiba-tiba menjatuhkan atau melempar benda yang dipegang." Inilah yang harus dan perlu diketahui baik keluarga terdekat maupun khalayak ramai.

Vice CEO SHLV Dokter Jeffry Oeswadi mengatakan, epilepsi bukan penyakit menular dan bukan penyakit kutukan. "Seminar mengenai epilepsi digelar karena melihat banyak mitos beredar di masyarakat yang menganggap epilepsi sebagai penyakit kutukan dan penyakit menular."

Sebenarnya, terang Jeffry, epilepsi dapat dikontrol dengan minum obat teratur serta rutin kontrol pengobatan sesuai kondisi pasien. Penyandang epilepsy juga dapat hidup dan bekerja seperti orang kebanyakan. "Sebagian masyarakat masih belum paham mengenai epilepsi dan bagaimana seharusnya penanganannya. Bahkan pasien dan keluarga ada yang malu dan menutupi bila ada anggota keluarga dengan epilepsi makanya seminar dilaksanakan untuk memberikan informasi yang benar."

Serangan epilepsi seperti kejang kadang dianggap bukan suatu penyakit. Kurangnya pengetahuan masyarakat, menyebabkan orang dengan epilepsi terlambat ditangani dan mendapat stigma atau pandangan negatif.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement