REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memperingati hari penyakit thalassemia sedunia setiap 8 Mei, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat penderita penyakit genetik ini menunjukkan tren yang meningkat. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Lily S Sulistyowati mengutip data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kalau penyakit thalassemia ini termasuk kelompok delapan besar penyakit katastropik 2014-2016.
Di 2014 penyakit ini menghabiskan biaya pengobatan Rp 215 miliar dengan jumlah kasus hampir 61 ribu. Kemudian tahun berikutnya meningkat jadi 108.451 kasus dengan biaya Rp 415 miliar.
"Itu hitungannya hanya beda setahun saja," katanya. Pada 2016, kasusnya bertambah lagi dan anggarannya bertambah yaitu 122.474 kasus dan menghabiskan dana sekitar Rp 476 miliar.
Ia menyebutkan berdasarkan riset kesehatan dasar (riskesdas) 2007, prevalensi nasional thalassemia 1,5 per 1.000 penduduk atau permil. Ada delapan provinsi dengan prevalensi lebih tinggi dari prevalensi nasional yaiu Naggore Aceh Darussalam (NAD) sebabyak 13,4 persen; DKI Jakarta 12,3 persen; Sumatra Selatan 5,4 persen; Gorontalo 3,1 persen Kepulauan Riau (3 persen); Nusa Tenggara Barat (NTB) 2,6 persen; Maluku 1,9 persen dan papua Barat 2,2 persen. Sementara prevalensi terendah di Lampung dan Sulawesi utara.
Sementara ia menyebut data Yayasan Thalassemia menyebutkan skrining keluaga thalassemia 2009-2014 itu ada 93 orang, jadi 28 persen dari 332 orang. Sehingga 5,41 persen pembawa sifat dari 1.718 orang. Jabar termasuk nomor satu penderita thalassemia karena wilayah ini provinsi paling padat. Ia mengatakan penyakit ini bisa menyerang laki laki dan perempuan.
"Hanya saja laki-laki yang menderita thalassemia lebih tinggi sedikit 3.582 dibandingkan perempuan 3.446. Ini data dari Yayasan Thalasaemia pada 2015," ujarnya.
Kelainan sel darah merah ini membuat umur darah merah lebih pendek hingga mudah pecah. Umur normal sel darah merah harusnya 180 hari. Ia menerangkan gejala gangguan kekurangan darah tampak pucat, perut membesar karena limpa yang tugasnya sel darah merah mati diproses di sana. Sehingga bekerja keras dengan hatinya.
"Apabila tidak diobati maka akan mempengaruhi bentuk tulang muka dan warna kulit menghitam," ujarnya.
Ia menjelaskan, karena penyakit ini merupakan penyakit turunan melalui kelainan sel darah merah sehingga gen hemoglobin yang bermutasi. Selain itu, keturunan ras tertentu Italia, Yunani, Timur Tengah, Asia, dan Afrika juga rentan menderita penyakit ini yang tak bisa disembuhkan ini. Sehingga untuk pengendaliannya, kata dia, meningkatkan deteksi dini untuk penemuan kasusnya dan bagaimana menindaklanjuti penyakit ini. Meningkatkan kualitas hidup penderita thalassemia walaupun dari pihak keluarga dan fasilitas kesehatan berperan cukup besar. Berikutnya menurunkan angka kematian akibat thalassemia. Sedapat mungkin orangtua dan tenaga kesehatan bekerja sama dengan baik untuk mengoptimalkannya.