Selasa 16 May 2017 18:25 WIB

Trauma Masa Kecil Disebut Bisa Sebabkan IBS

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Winda Destiana Putri
Sistem Pencernaan. Ilustrasi
Foto: Sciencealert
Sistem Pencernaan. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, CALIFORNIA -- Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah salah satu gangguan yang terjadi pada sistem pencernaan. Gangguan ini menyerang usus besar, tepatnya kondisi abnormal yang terjadi saat otot di usus besar berkontraksi untuk mendorong sisa hasil pencernaan.

Penyakit ini biasanya ditandai dengan sakit perut, kram perut, sembelit, dan diare. Namun, gejala-gejala ini biasanya hilang saat penderita IBS selesai buang air besar. Kendati begitu, IBS belum sepenuhnya hilang. Jika tidak ditangani dengan tepat, IBS bisa jadi hilang dan timbul selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.

Sebagian besar penderita IBS mengalami gejala ini sejak usia 20 hingga 30 tahun. Penyakit ini pun mempengaruhi 10 hingga 15 orang dari 100 orang. Biasanya, perempuan lebih rentan terkena IBS. Hingga saat ini, pihak kedokteran belum bisa memastikan secara pasti penyebab munculnya IBS.

Namun, sebagian dokter berpendapat, rasa nyeri di IBS ini disebabkan adanya keterkaitan antara mikroba di usus besar dengan sistem saraf di otak. Bahkan, dalam penelitian terbaru disebutkan, trauma masa kecil juga berperan terkait bagaimana mikroba di usus besar berinteraksi dengan sistem saraf di otak.

Hal ini menunjukan adanya hubungan antara perkembangan sistem saraf manusia dengan mikroba yang ada di sistem pencernaan. Emran Mayer dari Universitas California, Los Angeles, Amerika Serikat, telah melakukan penelitian terkait hal ini selama bertahun-tahun.

''Menemukan perubahan struktur otak, baik primer ataupun sekunder, akibat gejala gastrointestinal, menunjukan adanya komponen 'organik' ke IBS dan mendukung konsep adanya gangguan dalam hubungan antara otak dan usus besar,'' tutur Emran seperti dikutip laman Sciencealert.

Saat ini, Emran dan timnya menemukan, jenis mikroba tertentu ternyata dapat dikaitkan dengan perubahan struktur otak. Pun dengan pengalaman atas kejadian traumatis pada masa anak-anak. Penelitian ini dilakukan dengan mengkombinasikan evaluasi behavioral dengan tes klinis dengan 29 orang sehat sebagai variabel pengontrol.

Kemudian, Emran dan timnya melakukan pengelompokan terhadap penderita IBS berdasarkan tipe mikroba atau bakteri yang ditemukan di usus besar mereka. Akhirnya, tim peneliti tidak bisa menemukan hubungan antara tipe mikroba dengan gejala IBS yang timbul.

Menariknya, tim peneliti menemukan, ada perbedaan yang spesifik dalam struktur otak di dalam sub grup penderita IBS tersebut. Bagian otak yang terkait sensor pengindraan terlihat lebih besar pada penderita IBS. Selain itu, tim peneliti juga melakukan serangkain tes psikologis, yaitu Early Traumatic Inventory, pada penderita IBS. Hasilnya, para penderita IBS memiliki tingkat emosi yang lebih tinggi dibanding grup, yang berisi orang sehat.

''Meski perlu penelitian tambahan, tapi ada petunjuk, pengalaman traumatis yang terjadi pada masa kecil dapat mempengaruhi struktur otak, kemudian dapat mempengaruhi jenis mikroba yang berkembang di usus besar,'' tutur Emran.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement