REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyebaran dan perputaran informasi yang sangat cepat di era informasi dan teknologi komunikasi turut menyumbang masalah kesehatan. Tidak semua informasi kesehatan yang diakses oleh masyarakat dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Ketua Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia Winny Gunarti bahkan membeberkan hasil penelitian Sekretaris Dewan PWI pada awal tahun ini menunjukkan penyebaran informasi hoax terbanyak ada di bidang kesehatan. Karena ketidaktahuan, masyarakat banyak yang meneruskan informasi ini.
Winny, yang juga pemerhati iklan ini, mengatakan hal yang perlu diwaspadai adalah iklan atau promosi produk pangan yang tidak tepat. Jutaan anak dan orang tua terpapar tayangan iklan produk makanan dan minuman yang tidak tepat.
"Visualisasi iklan dan frekuensi penayangan yang tinggi menyebabkan anak-anak terpengaruh untuk mengkonsumsi produk yang diiklankan. Padahal, kandungan nutrisi dalam produk tersebut belum tentu sesuai dengan kebutuhan tubuh anak," kata Winny, dalam diskusi di Aula Kemendikbud Jakarta, Senin (7/8).
Winny menjelaskan, iklan umumnya didesain lebih berpihak pada produk, karena di dalamnya ada sejumlah kepentingan yang melibatkan banyak industri, baik itu industri periklanan, media, dan produsen produk.
Karena itu, lanjut dia, tidak heran bila tayangan iklan produk makanan dan minuman untuk anak-anak di televisi tidak secara terbuka memaparkan komposisi yang terkandung dalam produknya saat beriklan karena fokusnya lebih untuk menjual produk, tanpa menyelipkan nilai edukasi.
"Masyarakat perlu lebih cermat, lebih kritis, dan lebih selektif terhadap tayangan iklan produk yang tidak bermanfaat bagi anak," ujarnya. Winny menambahkan, pihak produsen, industri periklanan, dan media elektronik juga diharapkan tidak menjadikan anak-anak sebagai target iklan.