Selasa 15 Aug 2017 09:28 WIB

Sebenarnya Istilah Dokter Estetika Itu tidak Ada

Rep: Adysha Citra R/ Red: Indira Rezkisari
Wanita menjalani perawatan di klinik kecantikan.
Foto: Republika/Darmawan
Wanita menjalani perawatan di klinik kecantikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring dengan berkembangnya minat masyarakat terhadap prosedur kecantikan, klinik estetika pun turut menjamur. Namun, sebagian klinik ini dikelola oleh 'dokter estetika' atau dokter umum yang belum memiliki gelar spesialis kulit dan kelamin (SpKK).

"Tidak ada nomenklatur itu, (istilah) dokter estetika itu tidak ada," ungkap Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski) Periode 2014-2017 dr Syarief Hidayat SpKK FINSDV FAADV saat ditemui dalam Konas XV Perdoski, di Semarang, akhir pekan lalu.

Dokter umum yang mengelola klinik estetika ini biasanya mengambil kursus dalam waktu singkat di luar negeri untuk mempelajari beberapa prosedur, seperti laser atau botoks. Sepulangnya dari kursus tersebut, mereka mempraktikan prosedur tersebut sebagai 'dokter estetika'.

"Kalau kursus-kursus itu sebenarnya menjadi tukang. Tukang laser, tukang botoks. Kompetensi (gelar SpKK) didapatkan melalui pendidikan formal," sambung Syarief.

Syarief mengatakan dokter spesialis kulit dan kelamin dan dokter umum juga memiliki kompetensi masing-masing yang diatur dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Tiap tindakan yang dilakukan oleh dokter harus mengacu pada SKDI ini.

"Kalau melakukan tindakan di luar kompetensi, itu sebetulnya malpraktik," ujar Syarief.

Pihak Perdoski juga tak jarang menjadi saksi ahli di pengadilan terkait pengaduan pasien terhadap tindakan di luar kompetensi yang dilakukan 'dokter estetika'. Pasien-pasien ini cenderung tidak bersikap vokal karena prosedur yang mereka jalani bersifat pribadi. "Misalnya, mancungin hidung ya," terang Syarief.

Di samping itu, 'dokter estetika' juga tidak termasuk ke dalam anggota Perdoski. Pihak yang bisa menjadi anggota Perdoski hanyalah dokter yang lulus dari pendidikan SpKK, dokter yang masih dalam pendidikan SpKK serta anggota kehormatan dan anggota luar biasa.

Syarief juga menekankan bahwa Perdoski tidak memiliki wewenang untuk mengatur klinik estetika yang melakukan prosedur di luar kompetensi dokternya. Hal yang bisa dilakukan Perdoski adalah membuat laporan jika ada rekan dokter yang praktik di luar kompetensi. "Itu polisionernya Dinkes," jelas Syarief.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement